Secara umum terdapat dua kelompok konsumen, yaitu konsumen pribadi dan perusahaan. Bagi saya, definisinya sedikit berbeda. Konsumen pribadi membayar sewa menggunakan uang sendiri sementara konsumen perusahaan membayar menggunakan duit perusahaan.
Duit sendiri juga termasuk uang yang dikeluarkan oleh perusahaan milik sendiri. Artinya beberapa perusahaan yang menggunakan manajemen pribadi saya anggap termasuk dalam kelompok konsumen pribadi. Alasannya sederhana, para pemilik perusahaan seperti itu biasanya mencampur aduk uang perusahaan dengan duit pribadi, sehingga pengeluaran perusahaan tidak ada bedanya dengan pengeluaran pribadi.
Dalam urusan sewa kendaraan karakter mereka tidak beda jauh dari kebiasaan konsumen pribadi: Selalu mencari harga murah dan cenderung ngeles dari tanggungjawab seandainya terjadi sesuatu atas kendaraan yang disewa. Minimal cari enak sendiri. Tidak terlalu banyak tuntutan. Sedikit bau dan goresan di sana-sini masih bisa diterima selama kendaraan tidak rewel, tidak boros BBM dan masih terlihat bagus.
Lain halnya dengan konsumen perusahaan. Sebagian besar mengutamakan kualitas layanan, terutama kualitas driver. Mesin dan fisik kendaraan harus prima. Ada beberapa yang membatasi umur kendaraan, maksimal 3 tahun. Kebanyakan tidak rewel dalam urusan pembayaran, kecuali ada perantara terlibat diantara konsumen dan penyedia jasa.
Pangsa pasar mana yang dipilih nantinya akan menentukan apakah harus menggunakan badan usaha dan dikelola secara profesional atau cukup sekedar perusahaan papan nama dan dikelola sebagai usaha sampingan.
Perusahaan papan nama adalah perusahaan yang hanya punya nama tapi tidak memiliki ijin usaha. Walaupun tidak sah secara hukum, namun bukan berarti perusahan papan nama selalu identik dengan bisnis amatiran. Tidak sedikit yang mampu mengimbangi perusahaan formal dan berkembang sampai memiliki puluhan armada. Rental mobil yang saya kelola saat inipun pada awalnya sempat selama 2 tahun beroperasi sebagai perusahaan papan nama.
Melayani konsumen perusahaan relatif lebih rumit ketimbang konsumen pribadi. Sekarang hampir semua penyewa memotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 terhadap biaya sewa yang ditagih. Artnya, penyedia jasa harus punya NPWP. Dan kalau sudah berurusan dengan pajak berarti pula harus melakukan pembukuan sesuai aturan baku.
Meskipun NPWP pribadi bisa dimanfaatkan, tapi saran saya, sebaiknya jangan. Pemotongan PPh Pasal 23 kalau dikonversikan sebagai cicilan pajak pribadi, pada hitungan akhirnya akan mengakibatkan lebih bayar.
Percaya saja, lebih bayar pajak bisa menjadi biang malapetaka. Kurang bayar hanya mengakibatkan denda pajak – itupun kalau dibayar terlambat. Sementara prosedur penyelesaian lebih bayar kalau sampai salah urus bisa membuat orang sehat terkena stoke mendadak.
Selain PPh Pasal 23, beberapa BUMN juga mulai mensyaratkan faktur pajak untuk PPN. Selagi belum dikukuhkan atau mengajukan pengukuhan sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak), kalau tidak ingin nyicil merasakan sengsaranya neraka jahanam, jangan sekali-kali berurusan dengan PPN, apalagi menerbitkan faktur pajak palsu.
Kecuali sedikit lebih ribet dalam urusan administrasi, sesungguhnya melayani konsumen perusahaan tidak beda jauh ketimbang melayani konsumen pribadi. Ada yang gampang, ada pula yang ceriwis. Jadi, pangsa pasar manapun yang dipilih pada akhirnya sama saja. Sama-sama butuh kerja keras.
Duit sendiri juga termasuk uang yang dikeluarkan oleh perusahaan milik sendiri. Artinya beberapa perusahaan yang menggunakan manajemen pribadi saya anggap termasuk dalam kelompok konsumen pribadi. Alasannya sederhana, para pemilik perusahaan seperti itu biasanya mencampur aduk uang perusahaan dengan duit pribadi, sehingga pengeluaran perusahaan tidak ada bedanya dengan pengeluaran pribadi.
Dalam urusan sewa kendaraan karakter mereka tidak beda jauh dari kebiasaan konsumen pribadi: Selalu mencari harga murah dan cenderung ngeles dari tanggungjawab seandainya terjadi sesuatu atas kendaraan yang disewa. Minimal cari enak sendiri. Tidak terlalu banyak tuntutan. Sedikit bau dan goresan di sana-sini masih bisa diterima selama kendaraan tidak rewel, tidak boros BBM dan masih terlihat bagus.
Lain halnya dengan konsumen perusahaan. Sebagian besar mengutamakan kualitas layanan, terutama kualitas driver. Mesin dan fisik kendaraan harus prima. Ada beberapa yang membatasi umur kendaraan, maksimal 3 tahun. Kebanyakan tidak rewel dalam urusan pembayaran, kecuali ada perantara terlibat diantara konsumen dan penyedia jasa.
Pangsa pasar mana yang dipilih nantinya akan menentukan apakah harus menggunakan badan usaha dan dikelola secara profesional atau cukup sekedar perusahaan papan nama dan dikelola sebagai usaha sampingan.
Perusahaan papan nama adalah perusahaan yang hanya punya nama tapi tidak memiliki ijin usaha. Walaupun tidak sah secara hukum, namun bukan berarti perusahan papan nama selalu identik dengan bisnis amatiran. Tidak sedikit yang mampu mengimbangi perusahaan formal dan berkembang sampai memiliki puluhan armada. Rental mobil yang saya kelola saat inipun pada awalnya sempat selama 2 tahun beroperasi sebagai perusahaan papan nama.
Melayani konsumen perusahaan relatif lebih rumit ketimbang konsumen pribadi. Sekarang hampir semua penyewa memotong Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 terhadap biaya sewa yang ditagih. Artnya, penyedia jasa harus punya NPWP. Dan kalau sudah berurusan dengan pajak berarti pula harus melakukan pembukuan sesuai aturan baku.
Meskipun NPWP pribadi bisa dimanfaatkan, tapi saran saya, sebaiknya jangan. Pemotongan PPh Pasal 23 kalau dikonversikan sebagai cicilan pajak pribadi, pada hitungan akhirnya akan mengakibatkan lebih bayar.
Percaya saja, lebih bayar pajak bisa menjadi biang malapetaka. Kurang bayar hanya mengakibatkan denda pajak – itupun kalau dibayar terlambat. Sementara prosedur penyelesaian lebih bayar kalau sampai salah urus bisa membuat orang sehat terkena stoke mendadak.
Selain PPh Pasal 23, beberapa BUMN juga mulai mensyaratkan faktur pajak untuk PPN. Selagi belum dikukuhkan atau mengajukan pengukuhan sebagai PKP (Pengusaha Kena Pajak), kalau tidak ingin nyicil merasakan sengsaranya neraka jahanam, jangan sekali-kali berurusan dengan PPN, apalagi menerbitkan faktur pajak palsu.
Kecuali sedikit lebih ribet dalam urusan administrasi, sesungguhnya melayani konsumen perusahaan tidak beda jauh ketimbang melayani konsumen pribadi. Ada yang gampang, ada pula yang ceriwis. Jadi, pangsa pasar manapun yang dipilih pada akhirnya sama saja. Sama-sama butuh kerja keras.
PREV - SEWA KENDARAAN - NEXT
Tidak ada komentar:
Posting Komentar