Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Terimakasih sudah berkunjung di blog saya.

Berhubung blog Small Is Powerfull salah oprek dan sampai hari ini belum bisa diselamatkan, maka saya memutuskan untuk bedhol blog. Sebagian besar post berhasil saya pindah, tinggal beberapa yang agak berantakan belum sempat diperbaiki. Kalau mau keren, saya bisa bilang belum punya waktu. Tapi kalau mau jujur, terpaksa saya harus ngaku, malas.

Karena sudah ada pengunjung yang kecewa, sekali lagi perlu saya sampaikan bahwa ini bukan blog motivasi atau tentang kiat sukses. Semua adalah pengalaman pribadi. Apakah yang saya alami konyol, katrok, sesuai dengan teori atau tidak, bagi saya tidak penting. Realitanya seperti itulah yang terjadi.

Seandainya ada pemula yang kemudian menjadi keder setelah membaca blog ini, saya cuma bisa minta maaf – Memangnya kalau minta duit ada yang mau kasih? Tapi kalau memang sudah niat jadi pengusaha, sebaiknya jangan membiasakan diri gampang keder.

Setiap orang punya jalan hidupnya sendiri. Ada yang ketemu jalan mulus, baru mulai langsung sukses. Tapi ada pula yang kebagian jalur off road sehingga bisa punya cerita seru seperti saya..



POST TERAKHIR

23 Juli 2012

SEMUA BERMULA DARI JURNAL

Autodidak adalah nama tengah saya. Banyak hal bisa saya pelajari sendiri, kecuali akuntansi. Setelah beberapa bulan mencoba tapi justru tambah bingung, akhirnya saya terpaksa menyerah, lalu ikut program diploma ekonomi.

Itupun nyaris tidak membantu. Selain salah jurusan – saya ambil pemasaran, Dasar-dasar akuntansi yang sempat saya pelajari selama 2 semester nyaris tidak ada yang nyangkut di otak secara permanen. Segera setelah lulus ujian semester dengan nilai minimum, saya langsung lupa seluruhnya.

Saya justru mulai mengerti dasar-dasar akuntansi setelah mendapat petunjuk sederhana dari lulusan SMA jurusan IPS.

Berdasar kursus kilat gratisan itu, saya mendapati bahwa semua pencatatan mutasi keuangan bermula dari jurnal. Mengenai apa itu jurnal, bisa Anda pelajari di dasar-dasar akuntansi. Untuk kali ini cukup saya katakan bahwa semua catatan keuangan mengacu pada jurnal ini. Kemana angka-angka akan diposting, mengikuti jurnal.

Setelah saya lebih paham akuntansi, saya mendapati bahwa banyak kesalahan dalam akuntansi pajak ternyata juga bermula dari kesalahan dalam pencatatan di buku jurnal. Atau bahkan lebih konyol lagi, gara-gara tidak ada buku jurnal.

nGurus jurnal memang agak ribet, terutama kalau perusahaan hanya punya satu tenaga pembukuan merangkap kasir. Iseng pernah saya coba kerjakan sendiri –sekedar ikut merasakan bagaimana senewennya karyawan saya mengerjakan pembukuan kalau masih ditambahi tugas merangkap sebagai kasir. Ternyata, seberat apapun kondisi di lapangan, masih lebih ringan ketimbang ngurus pembukuan. Bosen dan sebelnya benar-benar gak ketulungan.

Tapi, menurut pendapat saya, sekecil apapun volume transaksi perusahaan, sebaiknya tetap memiliki jurnal. Berdasar pengalaman diperiksa pajak, kesalahan pembukuan, penggelapan pajak, segala penyimpangan yang disengaja maupun tidak, dan bahkan kebocoran kas bisa dilacak dan gampang diketahui dari catatan kronologis mutasi.



PREV ADMINISTRASI UKM - NEXT

13 Juli 2012

MENJADI PENGUSAHA KARTU-NAMA

Saya sempat beberapa tahun menjalankan bisnis menggunakan perusahaan kartu-nama. Ruang-kerja dan karyawan ada, kartu-nama, kop-surat dan stempel semua komplit ada, kecuali ijin-usaha.

Ketika suatu saat terjaring operasi, saya berdalih belum ada uang untuk mengurus ijin-usaha. Padahal selain bingung mau bikin badan-usaha yang bagaimana, alasan sebenarnya cuma karena gak mau repot berurusan dengan pajak. Terutana karena saat itu (sekitar akhir dekade 80an) saya banyak mendengar cerita miring tentang pajak.

Saat naskah ini saya upload Mei 2012, ketika system-informasi sudah sedemikian canggih sehingga segala bentuk pelanggaran administrasi mestinya gampang terdeteksi, perusahaan kartu-nama justru semakin marak.

Tidak sulit menemukan rental mobil, bengkel, supplier bahan-bangunan, jasa percetakan dan masih banyak lagi perusahaan lain dengan omset di atas 50 juta per bulan, beroperasi tanpa ijin-usaha lengkap. Kalaupun ada hanya sebatas ijin-gangguan. Itupun kebanyakan tidak sesuai dengan aktifitas usahanya.

Salah seorang teman saya sudah lebih dari 5 tahun mengelola rental mobil dengan 37 unit kendaraan, hanya bermodal telepon seluler, dan kartu-nama. Jangankan SIUP, ijin-gangguanpun tidak bisa diperoleh lantaran rumah yang disewa sebagai kantorpun belum punya IMB.

Saya tidak punya maksud lain kecuali sekedar menunjukkan bahwa di negeri ini, sampai level tertentu, bisnis juga bisa berkembang meski tanpa ijin-usaha. Oleh sebab itu, jangan ragu seandainya memang terpaksa harus mengawali bisnis menggunakan perusahaan kartu-nama. Dengan satu syarat, profesionalisme tetap harus dijaga.

Profesionalisme itu yang membedakan antara pengusaha tulen dengan tukang tipu yang mencoba peruntungannya di lahan bisnis.

Melakukan kesalahan adalah hal lumrah, bahkan juga dialami oleh para pakar. Tapi reaksi setelah itu, menghadapi dan bertanggung-jawab terhadap segala resikonya atau malah ngacir melarikan diri, akan menentukan apakah seseorang mampu menjadi pengusaha atau hanya tukang tipu berkedok pengusaha.



PREV MENDIRIKAN PERUSAHAANNEXT

11 Juli 2012

MASIH SEPUTAR PAJAK SEWA KENDARAAN

Paling repot berurusan dengan customer corporate dari Jakarta. Entah kenapa, sampai saat naskah ini saya upload ulang di blog ini pada bulan Agustus 2012 (berarti 2 tahun setelah upload pertama di SmallIsPowerful.Blogspot.com pertengahan tahun 2010), sebagian besar perusahaan – termasuk beberapa instansi pemerintah, masih memotong PPh Pasal 23 menggunakan tarif lama sebesar 3%. Kalau diberitahu bahwa sejak Januari 2009 tarifnya sudah berubah menjadi 2%, rata-rata ngotot dengan alasan tarif pajak Jakarta beda dengan daerah.

Rupa-rupanya, angka 3% itu muncul karena ada sedikit salah paham tentang pihak yang harus menanggung PPh Pasal 23. Menurut peraturan pajak, mestinya PPh Pasal 23 ditanggung oleh pemberi jasa, dan dipotong langsung oleh pemakai jasa dari total tagihan brutto. Tapi entah ide siapa, beban PPh Pasal 23 kemudian berpindah tangan menjadi tanggungan pemakai jasa. Jadi dalam penulisan di kuitansi, tagihan brutto terlebih dahulu ditambah 3% supaya kalau dipotong 2% jumlah yang dibayarkan kepada pemberi jasa sesuai dengan nilai tagihan riil. Cuma masalahnya kemudian, banyak manajer keuangan salah kaprah, karena merasa sudah nambah 3%, maka sebesar 3% itu pula yang dipotong.

Cara seperti itu sebenarnya menguntungkan pemberi jasa, karena kewajiban pajaknya dibayar oleh pemakai jasa. Tapi secara pribadi saya lebih suka kalau penghasilan saya dipotong pajak sesuai peraturan, tanpa ditambah terlebih dahulu.

Bukan mau sok taat pajak, tapi semata-mata hanya tidak mau ribet dibelakang, karena nominal PPh 23 yang disetor atas nama rental saya tidak klop dengan penghasilan brutto dalam pembukuan saya.

Masalahnya, penerimaan brutto sudah dipotong pajak 2% saja bisa membuat hitungan akhir PPh Pasal 29 menjadi lebih bayar, apalagi kalau pajaknya dibayari pihak pemakai jasa. Bukan sekedar lebih bayar lagi, tapi meleset jauh.

Padahal, lebih bayar satu sen sekalipun, oleh ditjen pajak bisa dianggap sebagai indikasi telah terjadi salah hitung, atau lebih parah lagi, dianggap sebagai indikasi ada manipulasi pajak.


PREV SEWA KENDARAAN - NEXT

02 Juli 2012

KESANDUNG BOLAH BUNDHET

Semasa kecil saya sempat beberapa kali nebeng teman ikut berkunjung ke galeri Affandi. Tapi jujur saja, walaupun saya hobby menggambar, kunjungan yang sampai beberapa kali itu tidak membuat saya bisa memahami kaya-karya Affandi. Di mata saya yang terlihat tetap saja tidak lebih dari sekedar goresan cat warna-warni yang tidak beraturan. Bahkan saya lebih setuju kalau ada yang menganggap mirip “bolah bundhet” – benang kusut.

Jadi ketika suatu saat, setelah selesai “narik”, sopir saya lapor kalau mobilnya cuma dipakai mindah lukisan mirip bolah bundhet, lalu keesokan harinya di koran ada berita pencurian lukisan Affandi, saya tidak perlu repot mencari informasi tambahan untuk segera menyadari bahwa mobil saya terlibat.

Kalau tidak salah, peristiwa itu terjadi tanggal 19 April 2005. Pagi sebelumnya saya mendapat order sewa beberapa unit kendaraan dari salah satu staff rumah sakit terkenal di Yogya – yang memang sudah beberapa kali, melalui orang yang sama, menyewa kendaraan dari rental saya. Menurut rencana, kendaraan akan digunakan oleh pihak rumah sakit pada hari Sabtu, tanggal 23 - orang itu dengan jelas menyebut hari dan tanggal.

18 April sore, menjelang kantor tutup, kepada salah satu staff front office, orang yang memberi order tersebut minta dibantu satu unit kendaraan untuk digunakan sendiri barang 2 atau 3 jam keesokan harinya. Kendaraan diminta siap di halaman parkir rumahsakit jam 06.00.

19 April jam 07.30, ketika tiba dikantor, saya lihat mobil nongkrong di halaman. Sedang dilap. Saya pikir drivernya telat. Ternyata mobil sudah selesai dipakai. Laporan driver ya itu tadi, cuma dipakai mindah lukisan “bolah bundhet” dari rumahsakit ke rumah di seberang jalan, disebelah timur rumahsakit.

Esok paginya, saya keselek-selek sampai sulit bernafas, ketika membaca headline di koran lokal “Terjadi Pencurian Lukisan Affandi di – rumahsakit yang sama “, terlebih setelah membaca jam dan lokasi hilangnya lukisan mirip dengan laporan driver. Setelah konfirmasi pada driver – yang saat itu belum baca koran, saya segera yakin kalau lukisan yang hilang itu adalah lukisan yang kemarin diangkut menggunakan kendaran saya.

Tanpa buang waktu saya segera konfirmasi pada orang yang memesan kendaraan. Menurut pengakuannya, hanya terjadi salah faham antara orang itu dengan atasannya. “Sudah beres” katanya berusaha meyakinkan saya. Tapi suaranya terdengar aneh, membuat saya sulit percaya. Lalu ketika saya mendesak minta dipertemukan dengan direktur rumahsakit atau polisi – sebagai bukti urusannya sudah beres dan tidak terjadi tindak pidana, jawabnya justru ngalor-ngidul gak karuan.

Tidak butuh waktu lama untuk mengetahui bahwa urusannya belum beres. Menjelang magrib, sampai lewat tengah malam, saya menerima sms beruntun dari nomor yang disembunyikan. Pengirim sms mengaku tahu dan punya bukti kalau mobil saya terlibat, lalu mengancam, “Kalau sampai besok siang tidak lapor polisi, kamu ikut masuk.”

Saya girap-girap lebih seru ketimbang saat muka saya ketempelan ulat bulu. Saya memang pernah beberapa kali berurusan dengan polisi, tapi hanya sebatas lupa bawa STNK atau SIM kadaluwarsa dan sekali menerobos lampu merah. Tidak pernah sekalipun mimpi akan berurusan lantaran tindak pidana. Jadi mendapat ancaman seperti itu membuat saya ngeri luar biasa.

Pagi berikutnya, hari Jum’at, atas saran dan desakan teman-teman, saya melapor ke Polsek. Setelah menjalani pemeriksaan mulai jam 08.00 sampai 15.00, saya dinyatakan bersih, tapi wajib menyerahkan mobil berikut drivernya. Menurut polisi, ada indikasi driver terlibat dalam sindikat maling lukisan.

Mati-matian saya membela, tapi argumen saya bahwa drivernya saya pilih secara acak tidak membuat petugas begitu saja membebaskan driver dari sangkaan menjadi anggota sindikat. Bahkan Sabtu pagi, staff front office yang menerima order peminjaman kendaraan juga nyaris ikut terseret. Memang akhirnya kami semua dibebaskan karena tidak ada bukti terlibat, tapi proses menuju bebas itu tidak mudah dan sangat menegangkan.

Salah satu alasan saya memilih hanya melayani konsumen corporate adalah untuk mencegah dikadali customer. Logikanya, tidak mungkin orang-orang yang menyewa kendaraan atas nama badan hukum berani melakukan tindak pidana. Tapi, ternyata masih apes juga. Konon, pencuri lukisan itu adalah sekretaris direktur, atau semacam itu. Pokoknya bukan orang rendahan. Saya pernah ketemu sekali, orangnya santun beneran – bukan dibuat-buat, juga cerdas. Sama sekali jauh diluar spesifikasi tukang bikin onar, apalagi maling lukisan dengan cara yang begitu bodoh.

Tapi apapun yang sudah terjadi, itu adalah pelajaran sangat berharga bagi saya. Meskipun sudah sangat berhati-hati dalam memilih konsumen, ternyata resiko kejeblos tetap ada.



PREV SEWA KENDARAAN - NEXT