POST TERAKHIR

02 Juli 2012

KESANDUNG BOLAH BUNDHET

Semasa kecil saya sempat beberapa kali nebeng teman ikut berkunjung ke galeri Affandi. Tapi jujur saja, walaupun saya hobby menggambar, kunjungan yang sampai beberapa kali itu tidak membuat saya bisa memahami kaya-karya Affandi. Di mata saya yang terlihat tetap saja tidak lebih dari sekedar goresan cat warna-warni yang tidak beraturan. Bahkan saya lebih setuju kalau ada yang menganggap mirip “bolah bundhet” – benang kusut.

Jadi ketika suatu saat, setelah selesai “narik”, sopir saya lapor kalau mobilnya cuma dipakai mindah lukisan mirip bolah bundhet, lalu keesokan harinya di koran ada berita pencurian lukisan Affandi, saya tidak perlu repot mencari informasi tambahan untuk segera menyadari bahwa mobil saya terlibat.

Kalau tidak salah, peristiwa itu terjadi tanggal 19 April 2005. Pagi sebelumnya saya mendapat order sewa beberapa unit kendaraan dari salah satu staff rumah sakit terkenal di Yogya – yang memang sudah beberapa kali, melalui orang yang sama, menyewa kendaraan dari rental saya. Menurut rencana, kendaraan akan digunakan oleh pihak rumah sakit pada hari Sabtu, tanggal 23 - orang itu dengan jelas menyebut hari dan tanggal.

18 April sore, menjelang kantor tutup, kepada salah satu staff front office, orang yang memberi order tersebut minta dibantu satu unit kendaraan untuk digunakan sendiri barang 2 atau 3 jam keesokan harinya. Kendaraan diminta siap di halaman parkir rumahsakit jam 06.00.

19 April jam 07.30, ketika tiba dikantor, saya lihat mobil nongkrong di halaman. Sedang dilap. Saya pikir drivernya telat. Ternyata mobil sudah selesai dipakai. Laporan driver ya itu tadi, cuma dipakai mindah lukisan “bolah bundhet” dari rumahsakit ke rumah di seberang jalan, disebelah timur rumahsakit.

Esok paginya, saya keselek-selek sampai sulit bernafas, ketika membaca headline di koran lokal “Terjadi Pencurian Lukisan Affandi di – rumahsakit yang sama “, terlebih setelah membaca jam dan lokasi hilangnya lukisan mirip dengan laporan driver. Setelah konfirmasi pada driver – yang saat itu belum baca koran, saya segera yakin kalau lukisan yang hilang itu adalah lukisan yang kemarin diangkut menggunakan kendaran saya.

Tanpa buang waktu saya segera konfirmasi pada orang yang memesan kendaraan. Menurut pengakuannya, hanya terjadi salah faham antara orang itu dengan atasannya. “Sudah beres” katanya berusaha meyakinkan saya. Tapi suaranya terdengar aneh, membuat saya sulit percaya. Lalu ketika saya mendesak minta dipertemukan dengan direktur rumahsakit atau polisi – sebagai bukti urusannya sudah beres dan tidak terjadi tindak pidana, jawabnya justru ngalor-ngidul gak karuan.

Tidak butuh waktu lama untuk mengetahui bahwa urusannya belum beres. Menjelang magrib, sampai lewat tengah malam, saya menerima sms beruntun dari nomor yang disembunyikan. Pengirim sms mengaku tahu dan punya bukti kalau mobil saya terlibat, lalu mengancam, “Kalau sampai besok siang tidak lapor polisi, kamu ikut masuk.”

Saya girap-girap lebih seru ketimbang saat muka saya ketempelan ulat bulu. Saya memang pernah beberapa kali berurusan dengan polisi, tapi hanya sebatas lupa bawa STNK atau SIM kadaluwarsa dan sekali menerobos lampu merah. Tidak pernah sekalipun mimpi akan berurusan lantaran tindak pidana. Jadi mendapat ancaman seperti itu membuat saya ngeri luar biasa.

Pagi berikutnya, hari Jum’at, atas saran dan desakan teman-teman, saya melapor ke Polsek. Setelah menjalani pemeriksaan mulai jam 08.00 sampai 15.00, saya dinyatakan bersih, tapi wajib menyerahkan mobil berikut drivernya. Menurut polisi, ada indikasi driver terlibat dalam sindikat maling lukisan.

Mati-matian saya membela, tapi argumen saya bahwa drivernya saya pilih secara acak tidak membuat petugas begitu saja membebaskan driver dari sangkaan menjadi anggota sindikat. Bahkan Sabtu pagi, staff front office yang menerima order peminjaman kendaraan juga nyaris ikut terseret. Memang akhirnya kami semua dibebaskan karena tidak ada bukti terlibat, tapi proses menuju bebas itu tidak mudah dan sangat menegangkan.

Salah satu alasan saya memilih hanya melayani konsumen corporate adalah untuk mencegah dikadali customer. Logikanya, tidak mungkin orang-orang yang menyewa kendaraan atas nama badan hukum berani melakukan tindak pidana. Tapi, ternyata masih apes juga. Konon, pencuri lukisan itu adalah sekretaris direktur, atau semacam itu. Pokoknya bukan orang rendahan. Saya pernah ketemu sekali, orangnya santun beneran – bukan dibuat-buat, juga cerdas. Sama sekali jauh diluar spesifikasi tukang bikin onar, apalagi maling lukisan dengan cara yang begitu bodoh.

Tapi apapun yang sudah terjadi, itu adalah pelajaran sangat berharga bagi saya. Meskipun sudah sangat berhati-hati dalam memilih konsumen, ternyata resiko kejeblos tetap ada.



PREV SEWA KENDARAAN - NEXT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar