Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Terimakasih sudah berkunjung di blog saya.

Berhubung blog Small Is Powerfull salah oprek dan sampai hari ini belum bisa diselamatkan, maka saya memutuskan untuk bedhol blog. Sebagian besar post berhasil saya pindah, tinggal beberapa yang agak berantakan belum sempat diperbaiki. Kalau mau keren, saya bisa bilang belum punya waktu. Tapi kalau mau jujur, terpaksa saya harus ngaku, malas.

Karena sudah ada pengunjung yang kecewa, sekali lagi perlu saya sampaikan bahwa ini bukan blog motivasi atau tentang kiat sukses. Semua adalah pengalaman pribadi. Apakah yang saya alami konyol, katrok, sesuai dengan teori atau tidak, bagi saya tidak penting. Realitanya seperti itulah yang terjadi.

Seandainya ada pemula yang kemudian menjadi keder setelah membaca blog ini, saya cuma bisa minta maaf – Memangnya kalau minta duit ada yang mau kasih? Tapi kalau memang sudah niat jadi pengusaha, sebaiknya jangan membiasakan diri gampang keder.

Setiap orang punya jalan hidupnya sendiri. Ada yang ketemu jalan mulus, baru mulai langsung sukses. Tapi ada pula yang kebagian jalur off road sehingga bisa punya cerita seru seperti saya..



POST TERAKHIR

11 November 2011

BUDIDAYA BELUT DI LAHAN SEMPIT

Kalau manusia bisa nyaman menghuni rumah type RSS, mengapa belut tidak bisa “diajari” hidup lahan terbatas? Apa yang membuat belut begitu istimewa, sehingga kita berpikir kalau belut hanya bisa hidup di lingkungan yang ideal? Sementara realitanya, belut bahkan bisa hidup dilingkungan ekstrem dengan sedikit air dan miskin oksigen.

Sampai setahun yang lalu, masih saja ada yang memprovokasi saya dengan keyakinan kalau belut hanya bisa hidup di sawah, rawa dan laut. Bukan di kolam semen, apalagi tong plastik dengan media buatan.

Untung saja dunia ini juga dihuni oleh orang-orang bebal yang tidak mau menerima keadaan begitu saja tanpa mencoba berbuat sesuatu, untuk menjajagi kemungkinan baru.

Hasilnya, sekarang bahkan drum plastik kapasitas 200 literpun bisa dimanfaatkan sebagai sarana budidaya. Walaupun, kita memang tidak bisa berbuat seenak udel. Bagaimanapun juga, kita tetap harus kompromi dengan kebiasaan belut, yang ternyata juga rewel seperti bayi manusia.

Untuk mendapatkan hasil budidaya maksimal, secara umum kolam budidaya belut harus disesuaikan supaya mendekati kondisi habitat asli. Sekalipun hidup di lingkungan berlumpur, kadang sedikit air dan miskin oksigen, tapi perlu diingat bahwa habitat asli belut bukan merupakan lingkungan yang tercemar. Jadi kolam belut harus dibuat sedemikian rupa supaya habitat buatan di dalam kolam tidak mudah tercemar.

Di lahan luas, pencemaran serius biasanya hanya terjadi akibat kontaminasi material asing, sementara pencemaran akibat dari proses alami sangat jarang. Lahan yang luas membuat konsentrasi zat-zat beracun hasil pembusukan menjadi terlalu kecil untuk menimbulkan dampak negatif bagi belut.

Di lahan sempit ceritanya menjadi berbeda. Kontaminasi oleh material asing mudah dicegah, sementara zat beracun hasil pembusukan sisa-sisa pakan maupun hasil metabolisme belut itu sendiri, yang berlangsung kontinyu setiap saat, justru bisa menjadi biang pencemaran yang mematikan.

Cara paling mudah untuk menghindari pencemaran akibat proses pembusukan adalah dengan menyingkirkan sampah-sampah hasil pembusukan dari habitat kolam. Karena kolam belut bukan aquarium ikan hias yang bisa dikuras setiap saat, maka satu-satunya cara adalah dengan membuat air di kolam mengalir dengan debit kecil, sekedar untuk menjaga jangan sampai air di kolam menjadi jenuh.



PREV BUDIDAYA BELUT- NEXT

02 November 2011

MENGURAI BENANG KUSUT ADMINISTRASI


Administrasi amburadul pernah turut andil membuat bisnis saya berantakan. Tidak mau mengulang kesalahan yang sama, menjelang recovery saya kembali membuka catatan kuliah. Celakanya, lulus program diploma ekonomi tidak otomatis membuat saya terampil membenahi administrasi perusahaan.

Mind set saya terlanjur menganggap administrasi adalah rutinitas membosankan, tidak produktif, menyita waktu dan boros energi. Maka, itulah yang kemudian terjadi. Bisnis yang semula menyenangkan tidak lagi terasa nyaman.

Setahun berjalan, saya nyaris berubah jadi makhluk tidak ramah lingkungan, terutama menjelang tutup buku, saat menghitung pajak dan ngisi SPT. Bisnis sayapun nyaris pontang-panting dibuatnya.

Barangkali Anda bertanya, kenapa saya tidak membayar orang untuk ngurus administrasi?

Lha ini kan cerita saat saya kembali mulai bangkit setelah terpuruk habis. Ini cerita tentang pengusaha yang baru mengawali bisnis dengan modal mepet. Yang tersedia cuma dengkul dan semangat. Tidak ada duit untuk menggaji karyawan, terutama kalau kerjanya hanya untuk ngurus administrasi.

Karena urusan administrasi dan pembukuan tidak bisa diabaikan, maka saya mencari cara supaya aktifitas ribet itu tidak membuat saya kelimpungan.

Saya membagi urusan administrasi menjadi empat, yaitu administrasi keranjang sampah, administrasi dokumen bisnis, administrasi keuangan dan administrasi pajak.

Sejak awal sebuah dokumen mendarat di meja, langsung saya pilah, apakah masuk kategori keranjang sampah, dokumen bisnis, dokumen keuangan atau dokumen pajak.

Dokumen penting tapi berumur pendek saya masukkan dalam kelompok keranjang sampah dan rutin saya sortir seminggu sekali. Dokumen vital atau berumur panjang langsung diamankan, masuk lemari arsip. (Sekecil apapun sebuah perusahaan, harus punya lemari arsip berpintu, komplit dengan kunci pengaman.)

Dokumen yang berkaitan dengan mutasi keuangan saya simpan terpisah, karena dokumen ini harus disusun sesuai dengan urutan catatan pembukuan.

Semula saya menempel arsip dan dokumen keuangan pada lembaran kertas ukuran folio. Tapi sejak volume usaha meningkat, cara ini ternyata membuat urusan administrasi jadi tambah ribet dan sulit ditemukan saat diperlukan kembali.

Seorang kawan menyarankan supaya saya memisahkan dokumen keuangan menjadi dokumen penjualan, dokumen pembelian dan dokumen operasional. Masing-masing disimpan dalam folder terpisah.

Dokumen penjualan biasanya terdiri dari copy invoice, copy kuitansi (atau bukti penyerahan barang dan nota piutang, kalau dibayar mundur), dan lampiran lampiran lain – kalau ada, berupa copy surat order, surat kontrak, surat perintah kerja, copy faktur pajak dan copy bukti potong PPh (aslinya disimpan dalam arsip pajak).

Dokumen pembelian adalah kuitansi pembelian dan lampiran apa saja yang berkaitan dengan pembelian barang dagangan atau perangkat apapun yang berkaitan dengan aktifitas pokok perusahaan. Sedang dokumen selebihnya masuk dalam kelompok operasional.

Dokumen pembelian dan operasional saya tempel pada selembar kertas bersama nota pengeluaran. Detailnya akan saya bahas secara terpisah, tapi sebagai gambaran, kurang lebih ilustrasinya seperti foto di bawah ini.


Lembaran-lembaran kertas itu kemudian saya bundel berdasar mutasi setiap bulan.

Ribet ya? Apalagi kalau dikerjakan sendiri. Bubaran jam kerja tidak loyo saja sudah luar biasa.



PREV ADMINISTRASI UKM - NEXT

17 September 2011

DAGANG KARDUS

Ruang seukuran 3x3 meter persegi mestinya sempit, tapi gara-gara yang saya jual hanya beras, itupun persediaannya tidak lebih dari 500 kilo, kios saya jadi terasa lapang. Akhirnya dengan duit modal tambahan dari ibu, saya membeli beberapa barang sebagai pelengkap dagangan. Karena duitnya cupet, yang bisa dibeli hanya satu karton Indomie isi campuran – maksudnya 10 biji mie goreng, 5 biji ayam bawang, dst., 5 biji sabun mandi, beberapa snack anak-anak, beberapa kilo gula, teh, kopi, dan 3 bungkus rokok.

Pulang belanja baru ketahuan begonya. Itu barang mau diletakkan dimana? Jangankan etalase, meja saja tidak ada. Terpaksa nodong lagi di rumah, minta tambahan duit. Tapi kali itu ibu saya sedikit pelit. Saya hanya dapat tambahan tiga lembar sepuluh ribuan, alias Rp 30 ribu. Padahal saat itu harga etalase paling murah tidak kurang dari Rp 60 ribu. Terpaksa saya harus puas dengan rak buatan sendiri dari bahan besi dan tripleks.

Setelah rak jadi, lebih kelihatan lagi begonya. Dua rak besar bersusun tiga itu terlihat aneh karena isinya cuma sedikit. Mau nambah dagangan lagi, duit tinggal sekitar tujuh ribuan. Akhirnya, setelah putar otak sedikit, duit yang tersisa itu dibelikan kardus bekas kemasan. Lalu kardus-kardus kosong itu disusun rapi memenuhi rak, seolah-olah semuanya berisi stok barang.

Untuk sementara problem bisa diatasi, tapi tidak lama. Lantaran stok barang – selain beras, jumlahnya hanya sedikit, jadi cepat habis. Ketika ada pembeli lain datang, sementara stok barang belum sempat ditambah, rahasia kotak kosong kami jadi ketahuan. Jelas saja pembelinya ngomel-ngomel. Sudah datang jauh-jauh cuma kebagian kotak kosong.

Saya sempat mengajukan proposal lagi pada ibu, tapi ditolak. Menurut ibu, saya harus belajar bekerja dengan modal seadanya. Dan mulai saat itu tidak ada lagi tambahan modal. Saya benar-benar harus ketat ngatur anggaran supaya tidak terus-terusan membuat konsumen kecewa.

Mujurnya, meskipun kios saya - saat itu, 20 tahu lalu, berada di wilayah terpencil dan super sepi, tapi sebenarnya hanya berjarak kira-kira 2 kilometer dari kota. Dan dalam radius itu sedikitnya ada tiga grosir yang bisa saya manfaatkan sebagai tempat jujugan untuk kulak. Jadi, setiap kali persediaan mulai menipis, saya langsung langsir ke salah satu grosir itu. Lebih mujur lagi, mereka mau saja memberi harga khusus meskipun kalau dilihat dari jumlah barang yang saya beli sebenarnya lebih cocok kalau disebut ngecer.

Display kardus dan bisnis langsiran ini berlangsung hampir setahun, sampai kemudian ada beberapa supplier yang bersedia menitipkan dagangannya. Jangan tanya bagaimana saya mempengaruhi para supplier supaya mau titip barang, karena saya memang tidak berbuat apa-apa. Mereka sendiri yang punya inisiatif. Kebetulan saja, setelah kios diisi komplet, barang-barang itu juga cepat terjual. Jadi sama-sama untung


31 Juli 2011

BUDIDAYA BELUT MULAI DARI SKALA KECIL

Berapapun duit yang Anda miliki, kalau ingin budidaya belut, sebaiknya mulailah dari skala kecil. Paling tidak selama pakar belut masih didominasi para entrepreneur yang lebih suka “main” sendiri ketimbang duduk manis sekedar menjadi konsultan.

Sampai saat ini kebanyakan pemula bukan saja learning by doing, tapi kebanyakan masih trial and error. Coba begini, coba begitu, ….. eee jebul salah. Maka untuk memperkecil resiko, sebaiknya mulai dari skala kecil dulu. Atau paling banyak kerjakan 1 kolam 5x5 meter persegi atau 10 drum dulu.

Kalaupun kehilangan duit banyak tidak menjadi masalah, bagi pemula, apalagi yang baru pertamakali mengerjakan, menyiapkan media untuk kolam “sebesar” itu bukan pekerjaan gampang. Belum lagi urusan menyediakan pakan bagi belut. Bahkan seandainya ada seribu tenaga kerja sekalipun, karena sejuta orang bodoh tetap tidak sebanding dengan satu orang yang benar-benar sudah ahli.

Jangan sekali-kali mengawali budidaya belut semata-mata hanya mengandalkan kekuatan finansial. Bahkan seandainya menyiapkan media dan menyediakan pakan tidak menjadi masalah, jangan lupa, mencari bibit belut berkualitas dalam jumlah besar juga bukan pekerjaan mudah.

Ketika belut di salah satu drum saya menunjukkan gejala kelimpungan dan beberapa hari kemudian menunjukkan gelagat bakal mati, saya memutuskan memindah belut-belut itu ke wadah lain “yang lebih hangat”, wajan. Tapi, bayangan bakal makan enak segera sirna ketika melihat betapa banyak belut yang harus “dibetheti”.

Solusi terakhir, belut-belut malang itu akhirnya cuma dibagikan gratis pada siapa saja yang mau. Dan ternyata, mencari orang yang mau menerima limpahan belut setengah hidup juga tidak gampang. Lalu, ketika yang tersisa, menurut ukuran selera dan kapasitas perut saya, masih tetap terlalu banyak, terpaksa dibagi-bagi kembali dengan sedikit main paksa - lantaran yang diberi sebenarnya juga sudah eneg.

Bayangkan seandainya belut belum cukup umur yang klenger dan harus “dievakuasi” jumlahnya lebih dari satu kolam besar. Apa tidak malah membuat berantem dengan tetangga ketika Anda memaksa mereka menerima belut baru gede dalam jumlah berlebihan?

Dijual? Memangnya siapa yang mau beli belut klenger?



PREV BUDIDAYA BELUT- NEXT

01 Mei 2011

MENU PAHIT BERNAMA ADMINISTRASI

Tidak perduli sekecil apapun usaha Anda, sebaiknya mulai dilakukan pencatatan untuk setiap aktifitasnya. Minimal, ada catatan tentang cash flow dan perputaran barang.

Bagi perusahaan, catatan administrasi bisa diibaratkan perlengkapan navigasi dalam pesawat terbang. Dari catatan-catatan itu pengelola atau pemilik bisa memperkirakan posisi perusahaan pada saat tertentu. Apakah mengalami perkembangan, sedang menurun atau malah mulai nyungsep.

Menurut teorinya, administrasi adalah kegiatan cata-mencatat, surat-menyurat, pembukuan dan pengarsipan surat serta hal-hal lainnya yang dimaksudkan untuk menyediakan informasi serta mempermudah memperoleh informasi kembali jika dibutuhkan.

Fokus utama administrasi adalah kemudahan memperoleh informasi bila dibutuhkan kembali. Artinya, setiap saat, kapanpun diperlukan, informasinya harus segera bisa diperoleh secara komplet.

Pertanyaan yang sering muncul, seberapa penting peran administrasi bagi UKM? Kalau omsetnya kurang dari 10 juta per bulan, apakah juga harus melaksanakan administrasi? Apakah tidak bikin repot saja?

Sejuta persen saya setuju: Administrasi memang bikin repot, dan membosankan. Itu sebabnya nilai saya dipelajaran administrasi waktu masih sekolah tidak pernah lebih dari 6. Bahkan setiap menjelang pelajaran saya selalu berdo’a, semoga gurunya terserang penyakit kronis. Beberapa tahun kemudian do’a saya terjawab: Usaha saya nyungsep. Banyak piutang tidak bisa ditagih, hutang tiba-tiba numpuk sementara duit entah kemana hanya gara-gara saya tidak tertib mencatat aktifitas usaha. Omset saya saat itu (tahun 1983), tidak lebih dari 1,5 juta per bulan.

Bisnis bukan dunia kebatinan dimana semua kegiatan hanya direkam dalam batin. Bisnis merupakan aktifitas yang harus selalu dipantau dan dicermati. Dan bukan hanya memantau aktifitas yang sedang atau akan terjadi saja, melainkan juga yang sudah lewat. Karena seluruh aktifitas itu saling terikat dan terkait antara satu dengan yang lain.

** Bagi calon entrepreneur dan para pemula, sekarang Anda semakin tahu kalau dunia etrepreneur ternyata tidak seindah bayangan semula. Ada satu hidangan pahit lagi yang ikut menjadi menu harian wajib. Sesuatu yang sebelumnya sering dianggap sepele, tapi kalau diabaikan punya potensi mendatangkan masalah besar. **

Bagaimana seorang pengusaha bisa yakin usahanya berkembang kalau untuk mengetahui posisi kas, jumlah hutang dan piutang terkini saja mengalami kesulitan? Kondisi perusahaan tidak bisa hanya dipantau dari ketersediaan uang tunai, jumlah persediaan dan order yang diterima. Ada kewajiban jangka pendek yang harus selalu diwaspadai. Ada pula kewajiban jangka panjang yang harus diatur jadwal pembayarannya supaya tidak mengganggu perputaran uang.

Tanpa perlengkapan navigasi, diangkasa seorang pilot tidak bisa mengetahui posisi pesawatnya. Apakah terbang terlalu tinggi, terlalu rendah atau malah nyasar jauh dari koordinat tujuan. Tanpa administrasi, seorang pengusahapun buta posisi. Resikonya menjadi semakin besar kalau keuangan perusahaan campuraduk dengan uang pribadi.



PREV - ADMINISTRASI UKM - NEXT

17 Maret 2011

CATATAN KRITIS ATAS TAYANGAN RCTI

Artikel di bawah sengaja saya kutip untuk berbagi informasi, berkaitan dengan liputan RCTI tentang dugaan praktik ilegal di Ditjen Pajak.


Benarkah Seorang Account Representative (AR) bisa Semudah Itu Memeras Wajib Pajak ?

OPINI | 13 March 2011 | 10:004256 15 2 dari 3 Kompasianer menilai bermanfaat


Tulisan ini merupakan catatan kritis atas Tayangan RCTI “Penelusuran Dugaan Praktik Ilegal di Ditjen Pajak

Selama dua hari berturut-turut tanggal 08 dan 09 Maret 2011, RCTI berulang - ulang menayangkan liputan penelusurannya tentang dugaan praktik ilegal di Ditjen Pajak, salah satu posisi di kantor pajak yang disebut-sebut mudah dan rawan melakukan tindak korupsi adalah Account Representative (AR),sebagai salah satu kepanjangan tangan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam berhubungan dengan Wajib Pajak tak ayal tayangan ini tidak saja membuat gusar pegawai DJP khususnya AR namun juga para Wajib Pajak, karena tidak bisa dipungkiri bahwa selama ini orang pertama yang mereka hubungi jika berurusan dengan DJP adalah seorang Account Representative yang telah ditunjuk bagi perusahaan mereka.

Benarkah dugaan RCTI ini ? Apakah memang benar seorang AR bisa semudah itu melakukan korupsi atau memeras Wajib Pajak yang ditanganinya ?

Reformasi birokrasi di Direktorat Jenderal Pajak atau yang lebih dikenal dengan istilah penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern telah melahirkan jabatan baru di kantor pajak yaitu Account Representative, dimana Account Representative ini merupakan mitra penghubung antara DJP dengan Wajib Pajak.

Setiap Account Representative mempunyai beberapa Wajib Pajak yang harus ditanganinya, dimana terhadap Wajib Pajak tersebut Account Representative berkewajiban untuk memberikan bimbingan/konsultasi dan melakukan pengawasan terhadap kepatuhan kewajiban perpajakan. Jika sebelum sistem administrasi perpajakan modern seorang Wajib Pajak harus menghubungi banyak bagian di kantor pajak untuk menyelesaikan urusan perpajakannya, maka saat ini cukup menghubungiAccount Representative yang telah diberi tugas menangani Wajib Pajak tersebut.

Jika ada yang berpendapat bahwa jabatan AR adalah jabatan yang rawan untuk melakukan korupsi, maka kita harus jujur bahwa semua jabatan, apapun dan dimanapun itu pada intinya rawan korupsi apalagi jika orang yang mengemban amanah jabatan tersebut dalam tubuhnya mengalir jiwa koruptif, karena itu kita harus melihatnya secara jernih dan utuh bagaimana sebetulnya jabatan tersebut menjalankan tugas dan fungsinya pada sistem yang ada, apakah memang sistemnya dibangun dengan sedemikian rapuhnya sehingga sangat mudah bagi oknumnya untuk melakukan korupsi atau justru sebaliknya.

RCTI mensinyalir bahwa peluang korupsi yang dapat dilakukan oleh Account Representative adalah pada kewenangan yang dimilikinya untuk merekomendasikan laporan pajak yang mencurigakan, dimana jika Wajib Pajak tidak ingin laporan pajak tersebut ditindak lanjuti maka dia dapat menegosiasikannya dengan AR yang bersangkutan dan tentunya dengan sejumlah imbalan tertentu.

Kami mencoba menafsirkan bahwa mungkin yang dimaksud dengan wewenang AR untuk merekomendasikan laporan pajak yang mencurigakan adalah wewenang AR untuk mengusulkan dilakukannya pemeriksaan khusus atas SPT yang disampaikan oleh Wajib Pajak. Kewenangan ini memang merupakan bagian dari tugas seorang AR dalam rangka melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan.

Untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas dan tidak menyesatkan tentang AR yang dianggap rawan melakukan korupsi, berikut adalah gambaran salah satu prosedur bagaimana seorang AR menjalankan tugasnya untuk melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan.

1. Laporan Pajak (SPT) yang disampaikan oleh Wajib Pajak ke kantor pajak akan dilakukan penelitian oleh seorang AR yang telah diberi tugas untuk menangani Wajib Pajak tersebut (sebagai catatan perlu diingat bahwa untuk SPT yang berstatus Lebih Bayar atau Wajib Pajak meminta pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak akan langsung dilakukan pemeriksaan oleh pejabat fungsional pemeriksa ).

2. Jika AR menemukan adanya dugaan ketidakbenaran dalam pelaporan SPT tersebut berdasarkan data - data yang ada di kantor pajak, maka AR harus membuat surat himbauan kepada Wajib Pajak untuk memberitahukan dan sekaligus meminta klarifikasi terhadap adanya dugaan belum dipenuhinya kewajiban perpajakan tersebut sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.

3. Jika jawaban tertulis yang diterima dari Wajib Pajak atas surat himbauan tersebut bisa menjelaskan semua dugaan ketidakbenaran dalam SPT, maka SPT tersebut dianggap telah benar.

4. Namun apabila jawaban tertulis yang disampaikan Wajib Pajak dianggap belum cukup, maka tahap selanjutnya adalah dilakukan konseling yaitu sarana yang diberikan kepada Wajib Pajak untuk melakukan klarifikasi terhadap data yang tecantum dalam surat himbauan secara langsung kepada petugas pajak.

5. Konseling tidak boleh dilakukan hanya oleh seorang AR, tetapi harus bersama - sama dengan atasannya yaitu Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi dan semuanya harus dituangkan secara tertulis dalam Berita Acara Konseling.

6. Seandainya hasil pelaksanaan konseling tersebut menunjukkan bahwa memang benar terdapat ketidakbenaran pelaporan SPT, dan Wajib Pajak mengakui hal tersebut maka kepada Wajib Pajak diberikan hak untuk melakukan pembetulan SPT sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan apabila Wajib Pajak telah membetulkan SPT-nya maka kasus dianggap selesai.

7. Usulan pemeriksaan baru akan direkomendasikan apabila konseling tidak berhasil mengklarifikasi ketidakbenaran pengisian SPT, namun perlu diingat bahwa sebelum usulan pemeriksaan khusus ini disampaikan kepada pimpinan, masih terdapat proses - proses yang harus dilalui.

8. Sebelum mengusulkan, AR harus terlebih dahulu membuat analisa untuk mengetahui seberapa besar materialitas ketidakbenaran SPT Wajib Pajak dan seberapa besar potensi pajak yang diharapkan dapat dihasilkan apabila dilakukan proses pemeriksaan.

9. Analisa yang dibuat oleh AR ini kemudian akan dibahas oleh Tim Asistensi yang terdiri dari dua orang kepala seksi, seorang pejabat pemeriksa, dan bersama dengan AR yang bersangkutan. Berita Acara hasil pembahasan Tim Asistensi inilah yang nantinya menghasilkan rekomendasi apakah dugaan ketidakbenaran laporan pajak (SPT) Wajib Pajak layak untuk diusulkan dilakukan pemeriksaan atau tidak.

Jadi bagaimana mungkin seorang AR akan dengan mudah menggunakan hasil temuannya berupa dugaan ketidakbenaran pelaporan pajak untuk memeras Wajib Pajak, sementara Wajib Pajak sendiri mengetahui dan paham bahwa untuk mengusulkan suatu dugaan ketidakbenaran pengisian SPT menuju proses pemeriksaan tidak bisa dilakukan ‘ujug-ujug’, prosedurnya sangat panjang, dan dalam proses tersebut Wajib Pajak memiliki hak sepenuhnya untuk diberikan bimbingan/konsultasi, didengar klarifikasinya, dan diperbolehkan membetulkan laporannya.

Sekiranya Wajib Pajak merasa bahwa laporan pajaknya telah benar maka seharusnya dia tidak gentar jika seorang AR melakukan penelitian atas kebenaran laporan pajak tersebut, kalaupun ternyata ada laporan yang memang tidak benar, maka Wajib Pajak dengan bimbingan AR dapat menggunakan haknya untuk membetulkan laporannya tersebut, sehingga tidak perlu sampai dilakukan pemeriksaan.

Jika seandainya ada oknum AR yang misalnya melakukan pemerasan kepada Wajib Pajak dengan menakut - nakuti bahwa laporan pajak yang salah ini akan direkomendasikan untuk dilakukan pemeriksaan, maka Wajib Pajak harus menggunakan haknya untuk mendapatkan penjelasan secara resmi berupa surat himbauan, melakukan klarifikasi dalam konseling dan berhak melakukan pembetulan atas laporan yang diduga salah oleh oknum AR tersebut.

Akhirnya dapat disimpulkan bahwa pada intinya sebelum AR menjalankan wewenangnya untuk mengusulkan pemeriksaan khusus yang dalam kenyataannya prosedurnya tidak sesederhana dan semudah yang dibayangkan, maka sebelumnya dia harus menjalankan tugasnya untuk memberikan bimbingan/konsultasi kepada Wajib Pajak.

Semoga tulisan ini dapat sedikit memberikan pemahaman yang baik kepada pers dan masyarakat agar tidak mudah ‘gebyah uyah’ menggeneralisir bahwa semua petugas pajak sama seperti Gayus, karena DJP senantiasa berusaha membangun sistem administrasi yang mampu mencegah terjadinya penyelewengan oleh petugas pajak.

Sumber : KOMPASIANA



PREV - MABUK PAJAK - NEXT

13 Maret 2011

AR DITJEN PAJAK, KAWAN ATAU LAWAN?

saya pernah mendapat dua surat dari Ditjen pajak. Satu untuk pribadi, satunya juga buat saya, selaku direktur perusahaan. Semua berisi pemberitahuan kalau sebagai Wajib Pajak, saya dan perusahaan saya mulai saat itu masing-masing memiliki account representative, tempat saya bertanya dan konsultasi seputar urusan pajak.


Karena mutasi keuangan di rental saya tergolong simpel dan tidak melibatkan jumah uang besar, kecerdasan saya yang agak pas-pasan masih bisa menjangkau, Jadi, sampai saat ini saya belum pernah konsultasi.
Untuk pajak pribadi apalagi. Walaupun menjadi direktur dan sebagai pemegang saham, tapi karena perusahaan berbadan hukum Perseroan Terbatas, harta pribadi terpisah dari harta perusahaan. Status saya sama seperti karyawan lain. Terima gaji dan dipotong pajak rutin setiap bulan. Untuk deviden yang saya terima, prosedur pelaporannya juga jelas dan tidak sulit.

Tapi, sebagai WP pribadi, saya pernah sempat bingung, ketika bisnis kecil-kecilan yang saya kerjakan diwaktu senggang mulai memberi hasil. Saya pernah mengalami kesulitan ketika harus mengisi SPT tahunan. Saya sempat menghubungi AR via telepon, lalu mendapat petunjuk singkat. Setelah itu, beres, sampai sekarang.

Karena ketika memberi petunjuk, suara AR saya terdengar ramah dan sangat pengertian, saya tidak pernah punya pikiran negatif apapun terhadap AR saya. Jadi, ketika pertengahan Maret lalu saya menyaksikan liputan RCTI tentang kemungkinan AR memeras Wajib Pajak, saya jadi bingung dan sempat was-was.
Saya tahu benar bagaimana rasanya diperas oknum aparat. Diluar urusan pajak, saya pernah mengalami. Tanpa melakukan pelanggaranpun saat itu bisa diatur sehingga kemudian terbukti saya melakukan pelanggaran berat.

Liputan RCTI itu juga membuat beberapa kawan heboh. Terutama yang laporan pajaknya memang terlalu banyak disulap.

Lalu, seperti biasa, karena saya tidak mau jadi korban kabar angin yang tidak karuan juntrungannya, saya menghubungi kawan-kawan yang saya anggap lebih tahu urusan jeroan instansi pajak, untuk mencari tahu, apakah kemungkinan seperti itu memang bisa terjadi?

Jawaban yang saya terima membuat saya keselek, tapi sekaligus lega. Hampir semua memberi jawaban sama, “Bisa saja AR memeras Wajib Pajak, tergantung orangnya. Kamu sendiri, kalau mau, juga bisa memeras rekananmu. Di mana-mana, peluang untuk memeras terbuka lebar.”

Saya tidak butuh penjelasan lebih lanjut untuk membuat saya tenang kembali. AR juga manusia, ada yang baik, ada juga yang punya bakat korup. Kalau kebetulan ketemu yang bejad, ya anggap saja apes. Tapi bukan berarti lalu saya harus selalu berprasangka buruk terhadap AR saya.

Saya pikir, media massa sebaiknya juga lebih selektif menyeleksi tayangan. Jangan sampai niat untuk memberi penerangan justru berubah menjadi teror, seperti tayangan silet tahun lalu.


PREV - MABUK PAJAK - NEXT

09 Maret 2011

TIDAK MENJADI SINGLE FIGHTER

Setelah sempat bimbang, saya meluangkan waktu beberapa minggu untuk mengevaluasi semua prosedur yang sudah saya kerjakan. Saya punya keyakinan, kalau saya gagal melakukan sesuatu, kemungkinan besar hanya karena saya melakukan dengan cara keliru. Jadi saya harus tahu apa saja kesalahan yang sudah saya lakukan.

Tapi, mencari kesalahan diri sendiri bukan pekerjaan gampang, apalagi kalau tidak ada faktor pembanding. Bertanya pada orang lain, terutama untuk masalah budidaya belut, nampaknya tidak mungkin. Selain partner kerja saya, hampir tidak ada orang lain yang tahu secara detail. Bahkan istri saya tidak tahu kalau selama beberapa bulan terakhir saya main-main belut.

Barangkali lantaran terlalu serius mikir kegagalan, saya jadi stres, lalu tanpa sengaja nyaris menyulut konfrontasi dengan teman lama yang ternyata termasuk orang yang tidak percaya kalau belut bisa dibudidayakan menggunakan media buatan. Tapi justru berkat adu argumentasi itu beberapa kesalahan saya mulai terlihat.

Salah satu kesalahan yang nampak sepele tapi ternyata menjadi penyebab kegagalan paling dominan adalah karena saya bekerja semata-mata berdasar asumsi.

Saya memang pernah ikut pelatihan. Juga ada teman lama yang kebetulan menjadi pembudidaya belut – walaupun hanya bisa komunikasi lewat telepon, karena berjauhan. Tapi setelah beberapa kali konsultasi pada masa awal, saya tidak lagi menghubungi teman dan mantan pelatih sekalipun berulangkali mereka bilang bersedia membantu kapan saja saya membutuhkan. Semua tindakan saya kerjakan hanya berdasar kesimpulan pribadi terhadap informasi yang saya dapat dari berbagai sumber.

Sebenarnya tidak salah mempelajari sesuatu secara autodidak. Bahkan jurus untung-untunganpun kadang bisa manjur. Tapi tetap saja ada bedanya antara belajar dengan bertindak ngawur. Orang baru bisa dibilang belajar selagi dia selalu mencatat setiap langkah yang dikerjakan, meskipun prosedur itu dilakukan sekedar coba-coba. Sementara yang ngawur, ya ngawur saja. Kalaupun kebetulan berhasil, sulit mengulang lagi karena apa saja yang sebelumnya sudah dikerjakan, lupa.

Repotnya lagi, ketika bekerja dengan makhluk hidup, entah tumbuhan, binatang atau orang, kegagalan tidak pernah terjadi seketika. Gejala kegagalan baru muncul setelah beberapa kesalahan terakumulasi dalam tenggang waktu cukup lama, sehingga sulit untuk diketahui secara pasti kesalahan mana saja yang punya andil dominan.

Tapi sebaiknya memang tidak perlu berlagak sok paham. Bertanya dan saling berbagi pengalaman adalah cara paling bijaksana bagi siapapun yang ingin berhasil.



PREV BUDIDAYA BELUT- NEXT