Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Terimakasih sudah berkunjung di blog saya.

Berhubung blog Small Is Powerfull salah oprek dan sampai hari ini belum bisa diselamatkan, maka saya memutuskan untuk bedhol blog. Sebagian besar post berhasil saya pindah, tinggal beberapa yang agak berantakan belum sempat diperbaiki. Kalau mau keren, saya bisa bilang belum punya waktu. Tapi kalau mau jujur, terpaksa saya harus ngaku, malas.

Karena sudah ada pengunjung yang kecewa, sekali lagi perlu saya sampaikan bahwa ini bukan blog motivasi atau tentang kiat sukses. Semua adalah pengalaman pribadi. Apakah yang saya alami konyol, katrok, sesuai dengan teori atau tidak, bagi saya tidak penting. Realitanya seperti itulah yang terjadi.

Seandainya ada pemula yang kemudian menjadi keder setelah membaca blog ini, saya cuma bisa minta maaf – Memangnya kalau minta duit ada yang mau kasih? Tapi kalau memang sudah niat jadi pengusaha, sebaiknya jangan membiasakan diri gampang keder.

Setiap orang punya jalan hidupnya sendiri. Ada yang ketemu jalan mulus, baru mulai langsung sukses. Tapi ada pula yang kebagian jalur off road sehingga bisa punya cerita seru seperti saya..



POST TERAKHIR

11 November 2011

BUDIDAYA BELUT DI LAHAN SEMPIT

Kalau manusia bisa nyaman menghuni rumah type RSS, mengapa belut tidak bisa “diajari” hidup lahan terbatas? Apa yang membuat belut begitu istimewa, sehingga kita berpikir kalau belut hanya bisa hidup di lingkungan yang ideal? Sementara realitanya, belut bahkan bisa hidup dilingkungan ekstrem dengan sedikit air dan miskin oksigen.

Sampai setahun yang lalu, masih saja ada yang memprovokasi saya dengan keyakinan kalau belut hanya bisa hidup di sawah, rawa dan laut. Bukan di kolam semen, apalagi tong plastik dengan media buatan.

Untung saja dunia ini juga dihuni oleh orang-orang bebal yang tidak mau menerima keadaan begitu saja tanpa mencoba berbuat sesuatu, untuk menjajagi kemungkinan baru.

Hasilnya, sekarang bahkan drum plastik kapasitas 200 literpun bisa dimanfaatkan sebagai sarana budidaya. Walaupun, kita memang tidak bisa berbuat seenak udel. Bagaimanapun juga, kita tetap harus kompromi dengan kebiasaan belut, yang ternyata juga rewel seperti bayi manusia.

Untuk mendapatkan hasil budidaya maksimal, secara umum kolam budidaya belut harus disesuaikan supaya mendekati kondisi habitat asli. Sekalipun hidup di lingkungan berlumpur, kadang sedikit air dan miskin oksigen, tapi perlu diingat bahwa habitat asli belut bukan merupakan lingkungan yang tercemar. Jadi kolam belut harus dibuat sedemikian rupa supaya habitat buatan di dalam kolam tidak mudah tercemar.

Di lahan luas, pencemaran serius biasanya hanya terjadi akibat kontaminasi material asing, sementara pencemaran akibat dari proses alami sangat jarang. Lahan yang luas membuat konsentrasi zat-zat beracun hasil pembusukan menjadi terlalu kecil untuk menimbulkan dampak negatif bagi belut.

Di lahan sempit ceritanya menjadi berbeda. Kontaminasi oleh material asing mudah dicegah, sementara zat beracun hasil pembusukan sisa-sisa pakan maupun hasil metabolisme belut itu sendiri, yang berlangsung kontinyu setiap saat, justru bisa menjadi biang pencemaran yang mematikan.

Cara paling mudah untuk menghindari pencemaran akibat proses pembusukan adalah dengan menyingkirkan sampah-sampah hasil pembusukan dari habitat kolam. Karena kolam belut bukan aquarium ikan hias yang bisa dikuras setiap saat, maka satu-satunya cara adalah dengan membuat air di kolam mengalir dengan debit kecil, sekedar untuk menjaga jangan sampai air di kolam menjadi jenuh.



PREV BUDIDAYA BELUT- NEXT

02 November 2011

MENGURAI BENANG KUSUT ADMINISTRASI


Administrasi amburadul pernah turut andil membuat bisnis saya berantakan. Tidak mau mengulang kesalahan yang sama, menjelang recovery saya kembali membuka catatan kuliah. Celakanya, lulus program diploma ekonomi tidak otomatis membuat saya terampil membenahi administrasi perusahaan.

Mind set saya terlanjur menganggap administrasi adalah rutinitas membosankan, tidak produktif, menyita waktu dan boros energi. Maka, itulah yang kemudian terjadi. Bisnis yang semula menyenangkan tidak lagi terasa nyaman.

Setahun berjalan, saya nyaris berubah jadi makhluk tidak ramah lingkungan, terutama menjelang tutup buku, saat menghitung pajak dan ngisi SPT. Bisnis sayapun nyaris pontang-panting dibuatnya.

Barangkali Anda bertanya, kenapa saya tidak membayar orang untuk ngurus administrasi?

Lha ini kan cerita saat saya kembali mulai bangkit setelah terpuruk habis. Ini cerita tentang pengusaha yang baru mengawali bisnis dengan modal mepet. Yang tersedia cuma dengkul dan semangat. Tidak ada duit untuk menggaji karyawan, terutama kalau kerjanya hanya untuk ngurus administrasi.

Karena urusan administrasi dan pembukuan tidak bisa diabaikan, maka saya mencari cara supaya aktifitas ribet itu tidak membuat saya kelimpungan.

Saya membagi urusan administrasi menjadi empat, yaitu administrasi keranjang sampah, administrasi dokumen bisnis, administrasi keuangan dan administrasi pajak.

Sejak awal sebuah dokumen mendarat di meja, langsung saya pilah, apakah masuk kategori keranjang sampah, dokumen bisnis, dokumen keuangan atau dokumen pajak.

Dokumen penting tapi berumur pendek saya masukkan dalam kelompok keranjang sampah dan rutin saya sortir seminggu sekali. Dokumen vital atau berumur panjang langsung diamankan, masuk lemari arsip. (Sekecil apapun sebuah perusahaan, harus punya lemari arsip berpintu, komplit dengan kunci pengaman.)

Dokumen yang berkaitan dengan mutasi keuangan saya simpan terpisah, karena dokumen ini harus disusun sesuai dengan urutan catatan pembukuan.

Semula saya menempel arsip dan dokumen keuangan pada lembaran kertas ukuran folio. Tapi sejak volume usaha meningkat, cara ini ternyata membuat urusan administrasi jadi tambah ribet dan sulit ditemukan saat diperlukan kembali.

Seorang kawan menyarankan supaya saya memisahkan dokumen keuangan menjadi dokumen penjualan, dokumen pembelian dan dokumen operasional. Masing-masing disimpan dalam folder terpisah.

Dokumen penjualan biasanya terdiri dari copy invoice, copy kuitansi (atau bukti penyerahan barang dan nota piutang, kalau dibayar mundur), dan lampiran lampiran lain – kalau ada, berupa copy surat order, surat kontrak, surat perintah kerja, copy faktur pajak dan copy bukti potong PPh (aslinya disimpan dalam arsip pajak).

Dokumen pembelian adalah kuitansi pembelian dan lampiran apa saja yang berkaitan dengan pembelian barang dagangan atau perangkat apapun yang berkaitan dengan aktifitas pokok perusahaan. Sedang dokumen selebihnya masuk dalam kelompok operasional.

Dokumen pembelian dan operasional saya tempel pada selembar kertas bersama nota pengeluaran. Detailnya akan saya bahas secara terpisah, tapi sebagai gambaran, kurang lebih ilustrasinya seperti foto di bawah ini.


Lembaran-lembaran kertas itu kemudian saya bundel berdasar mutasi setiap bulan.

Ribet ya? Apalagi kalau dikerjakan sendiri. Bubaran jam kerja tidak loyo saja sudah luar biasa.



PREV ADMINISTRASI UKM - NEXT