POST TERAKHIR

02 November 2011

MENGURAI BENANG KUSUT ADMINISTRASI


Administrasi amburadul pernah turut andil membuat bisnis saya berantakan. Tidak mau mengulang kesalahan yang sama, menjelang recovery saya kembali membuka catatan kuliah. Celakanya, lulus program diploma ekonomi tidak otomatis membuat saya terampil membenahi administrasi perusahaan.

Mind set saya terlanjur menganggap administrasi adalah rutinitas membosankan, tidak produktif, menyita waktu dan boros energi. Maka, itulah yang kemudian terjadi. Bisnis yang semula menyenangkan tidak lagi terasa nyaman.

Setahun berjalan, saya nyaris berubah jadi makhluk tidak ramah lingkungan, terutama menjelang tutup buku, saat menghitung pajak dan ngisi SPT. Bisnis sayapun nyaris pontang-panting dibuatnya.

Barangkali Anda bertanya, kenapa saya tidak membayar orang untuk ngurus administrasi?

Lha ini kan cerita saat saya kembali mulai bangkit setelah terpuruk habis. Ini cerita tentang pengusaha yang baru mengawali bisnis dengan modal mepet. Yang tersedia cuma dengkul dan semangat. Tidak ada duit untuk menggaji karyawan, terutama kalau kerjanya hanya untuk ngurus administrasi.

Karena urusan administrasi dan pembukuan tidak bisa diabaikan, maka saya mencari cara supaya aktifitas ribet itu tidak membuat saya kelimpungan.

Saya membagi urusan administrasi menjadi empat, yaitu administrasi keranjang sampah, administrasi dokumen bisnis, administrasi keuangan dan administrasi pajak.

Sejak awal sebuah dokumen mendarat di meja, langsung saya pilah, apakah masuk kategori keranjang sampah, dokumen bisnis, dokumen keuangan atau dokumen pajak.

Dokumen penting tapi berumur pendek saya masukkan dalam kelompok keranjang sampah dan rutin saya sortir seminggu sekali. Dokumen vital atau berumur panjang langsung diamankan, masuk lemari arsip. (Sekecil apapun sebuah perusahaan, harus punya lemari arsip berpintu, komplit dengan kunci pengaman.)

Dokumen yang berkaitan dengan mutasi keuangan saya simpan terpisah, karena dokumen ini harus disusun sesuai dengan urutan catatan pembukuan.

Semula saya menempel arsip dan dokumen keuangan pada lembaran kertas ukuran folio. Tapi sejak volume usaha meningkat, cara ini ternyata membuat urusan administrasi jadi tambah ribet dan sulit ditemukan saat diperlukan kembali.

Seorang kawan menyarankan supaya saya memisahkan dokumen keuangan menjadi dokumen penjualan, dokumen pembelian dan dokumen operasional. Masing-masing disimpan dalam folder terpisah.

Dokumen penjualan biasanya terdiri dari copy invoice, copy kuitansi (atau bukti penyerahan barang dan nota piutang, kalau dibayar mundur), dan lampiran lampiran lain – kalau ada, berupa copy surat order, surat kontrak, surat perintah kerja, copy faktur pajak dan copy bukti potong PPh (aslinya disimpan dalam arsip pajak).

Dokumen pembelian adalah kuitansi pembelian dan lampiran apa saja yang berkaitan dengan pembelian barang dagangan atau perangkat apapun yang berkaitan dengan aktifitas pokok perusahaan. Sedang dokumen selebihnya masuk dalam kelompok operasional.

Dokumen pembelian dan operasional saya tempel pada selembar kertas bersama nota pengeluaran. Detailnya akan saya bahas secara terpisah, tapi sebagai gambaran, kurang lebih ilustrasinya seperti foto di bawah ini.


Lembaran-lembaran kertas itu kemudian saya bundel berdasar mutasi setiap bulan.

Ribet ya? Apalagi kalau dikerjakan sendiri. Bubaran jam kerja tidak loyo saja sudah luar biasa.



PREV ADMINISTRASI UKM - NEXT

Tidak ada komentar:

Posting Komentar