Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Terimakasih sudah berkunjung di blog saya.

Berhubung blog Small Is Powerfull salah oprek dan sampai hari ini belum bisa diselamatkan, maka saya memutuskan untuk bedhol blog. Sebagian besar post berhasil saya pindah, tinggal beberapa yang agak berantakan belum sempat diperbaiki. Kalau mau keren, saya bisa bilang belum punya waktu. Tapi kalau mau jujur, terpaksa saya harus ngaku, malas.

Karena sudah ada pengunjung yang kecewa, sekali lagi perlu saya sampaikan bahwa ini bukan blog motivasi atau tentang kiat sukses. Semua adalah pengalaman pribadi. Apakah yang saya alami konyol, katrok, sesuai dengan teori atau tidak, bagi saya tidak penting. Realitanya seperti itulah yang terjadi.

Seandainya ada pemula yang kemudian menjadi keder setelah membaca blog ini, saya cuma bisa minta maaf – Memangnya kalau minta duit ada yang mau kasih? Tapi kalau memang sudah niat jadi pengusaha, sebaiknya jangan membiasakan diri gampang keder.

Setiap orang punya jalan hidupnya sendiri. Ada yang ketemu jalan mulus, baru mulai langsung sukses. Tapi ada pula yang kebagian jalur off road sehingga bisa punya cerita seru seperti saya..



POST TERAKHIR

27 April 2012

IJIN USAHA

Idealnya, setiap usaha, meskipun skala kecil, harus punya ijin-usaha. Konon katanya, ijin-usaha memberi payung-hukum terhadap bisnis yang kita jalankan. Tapi sejauh yang pernah saya alami, payung-hukum itu hanya sebatas teori.

Bisnis sarang burung walet saya sejak bangkrut tahun 1997 meninggalkan piutang lebih dari 1,5 milyar, tapi sejak tahun 2000 saya putuskan untuk diikhlaskan saja karena tidak ada lagi peluang untuk menagih walaupun saya punya lebih dari satu batalyon saksi dan setumpuk dokumen sah sebagai bukti. Payung-hukum yang nampak kokoh di atas kertas ternyata tidak berdaya menghadapi rupiah.

Meskipun realitanya seperti itu, menurut pendapat saya, sebaiknya memang punya ijin-usaha. Hanya saja, setelah punya ijin jangan berharap terlalu banyak selain sekedar sebagai kelengkapan syarat administrasi.

Satu lagi yang perlu diketahui. Punya ijin-usaha bukan berarti membuat pengusaha menjadi lebih bebas menjalankan usahanya. Begitu ijin-usaha turun, seketika itu pula kita terikat oleh segepok peraturan, undang-undang dan entah apa lagi yang mau tidak mau harus dipatuhi.

Segala peraturan itu sebenarnya baik dan diperlukan, tapi di Indonesia semuanya sama saja, persis seperti jalan raya. Ada peraturan, ada rambu, ada polisi, tetap saja banyak pemakai jalan ugal-ugalan, seenak udel melanggar peraturan luput dari sanksi-hukum.

Bagaimana seandainya nekad tanpa ijin? Tidak masalah selagi tidak terjadi "apa-apa". Hanya perlu diingat bahwa "apa-apa" punya variabel sangat kompleks.

Berikut ini salah satu contoh bagaimana "apa-apa" bisa berubah menjadi melapetaka hanya gara-gara kelengkapan administrasi diabaikan:

Mobil yang dikemudikan teman saya disenggol motor yang dikendarai secara ugal-ugalan. Setelah nyenggol, motor itu nyeruduk motor yang kebetulan berada di depan mobil. Apesnya, pengendara motor yang diseruduk terjatuh lalu terlindas mobil sampai meninggal. Semua saksimata setuju bahwa penyebab kecelakaan adalah pengendara motor pertama. Tapi gara-gara SIM kadaluwarsa, setelah proses berlanjut justru teman saya ikut dipersalahkan dan harus mendekam beberapa bulan di penjara.

Kalau Anda beranggapan bahwa nasib apes seperti itu hanya terjadi di jalan maka Anda keliru besar. Hanya gara-gara tidak memiliki ijin-gudang, seorang pedagang beras menjadi tersangka penimbun karena dalam suatu operasi kedapatan menyimpan 40 ton di ruang belakang kiosnya.

Menjadi pengusaha memang harus berani nantang resiko. Meskipun begitu kita tetap harus memilah, mana resiko yang pantas ditantang dan mana yang sebaiknya dihindari.




PREV - MENDIRIKAN PERUSAHAANNEXT

10 April 2012

BISNIS BUKAN ARENA JUDI

Iming-iming mendapat untung berlipat hanya dengan modal kecil, dengan cara gampang dan tanpa resiko sering membuat para pemula gelapmata dalam memilih peluang usaha.

Itu sebabnya, di Indonesia, komoditi tanpa manfaat jelas dan pasar yang tidak pasti macam jenmani dan gelombang cinta bisa mengalami booming luar biasa. Lalu ketika boom berlalu, ribuan investor klenger berjamaah, rugi besar-besaran.

Serakah adalah sifat yang membedakan antara pengusaha tulen dengan pejudi. Seorang pengusaha selalu fokus pada pekerjaannya, sementara pejudi gampang menjadi gelisah ketika mendengar orang lain mendapat untung besar.

Saya ulang sekali lagi, bisnis bukan mainan anak-anak yang bisa dikerjakan sambil lalu. Bisnis membutuhkan komitment dan kerja keras. Walaupun tidak punyaa uang bukan halangan untuk mengawali bisnis, tapi tetap saja bisnis butuh uang dan modal.

Artinya, uang tetap mutlak dibutuhkan, hanya saja tidak harus memakai uang milik sendiri. Boleh ngutang secara tunai atau berwujud barang, yang penting jangan ngerampok – resikonya terlalu besar.

Selain uang, modal dalam bentuk lain mutlak harus ada. Diantaranya skill, semangat, komitment, kemauan untuk bekerja keras, relasi.

Jadi salah besar kalau ada yang bilang bisnis bisa diawali tanpa uang, apalagi tanpa modal samasekali.

Saya sering mengawali bisnis tanpa keluar duit dari kantong sendiri, tapi bukan berarti tanpa uang samasekali, karena pada saat itu saya memanfaatkan properti orang lain sebagai pengganti uang tunai. Jadi tetap saja ada capital yang terlibat, hanya dalam bentuk lain.

Sangat naif kalau ada orang pengin mendapat untung besar tapi ogah menanam modal, apalagi bekerja keras. Bahkan seorang petualang bisnis sekalipun tetap melakukan investasi, dan bekerja keras untuk mewujudkan targetnya.

Hanya pejudi saja yang pantas berangan-angan mendapat untung gede secara cepat, tanpa kerjakeras dan dengan modal kecil. Kalau Anda tidak sudi disebut pejudi, singkirkan angan-angan itu. Kalau pengin sukses, tanam investasi – apapun bentuknya, tantang resikonya, dan kerja keras supaya target terwujud.

Tidak ada cara instant kecuali Anda mampu bekerja lebih efektif dan efisien.



01 April 2012

USAHA DAGANG (UD) dan PERUSAHAAN DAGANG (PD)


Di dalam hukum perusahaan, Usaha Dagang (U.D.) atau Perusahaan Dagang (P.D.) tidak disyaratkan harus menjadi suatu Badan Hukum, namun demikian, bentuk perusahaan ini telah banyak diterima oleh dunia perdagangan di Indonesia.

Karena peraturannya belum ada, maka prosedur mendirikan perusahaan itu secara resmi juga belum ada.

Prosedur umum mendirikan PD:
  1. Mengajukan permohonan izin usaha kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Perindustrian dan Perdagangan setempat.
  2. Mengajukan permohonan izin tempat usaha kepada Pemerintah Daerah setempat.
Berdasarkan kedua surat izin tersebut seseorang sudah bisa mulai melakukan usaha perdagangan yang dikehendaki. Kedua surat izin itu juga sudah merupakan tanda bukti sah menurut hukum bagi UD/PD yang akan melakukan usahanya.

Bentuk U.D. atau P.D. didirikan atas dasar kehendak sendiri dari seorang pengusaha yang mempunyai cukup modal usaha dan sudah merasa ahli atau berpengalaman di bidang perdagangan.

U.D. atau P.D., tidak bisa mengharapkan keahlian dari orang lain, sebab posisi sebagai pengusaha atau manajernya adalah pemiliknya sendiri. Kalau modalnya kecil maka pemilik akan bekerja sendirian. Tetapi bila modal dan kegiatan usahanya semakin besar, maka akan mempekerjakan beberapa orang sebagai pembantu.

Keahlian, teknologi dan manajemen dilakukan sendiri oleh pemilik usaha. Begitu pula dengan keuntungan dan kerugian U.D. atau P.D. menjadi milik atau bebanpribadi.




PREDATOR


Awal mula menjalani bisnis sarang burung walet pada Januari 1992, saya bekerja berkelompok bersama beberapa kawan. Satu-satunya alasan kami bekerja keroyokan tidak lain karena bisnis sarang burung butuh modal besar dan saat itu masing-masing belum punya cukup uang. Koalisi itu lumayan harmonis sehingga membuat bisnis kami tumbuh cepat.

Saat itu sarang burung memberi keuntungan lumayan. Dari harga beli rata-rata Rp 3.300.000 per kilo, kami bisa menjual Rp 4 sampai 4,5 juta. Isi kocek cepat bertambah. Tapi celakanya, sifat tamak kami juga berkembang. Itu sebabnya kami kemudian punya ide menarik dana investasi dari masyarakat. Logikanya, semakin banyak uang yang diputar, semakin besar pula keuntungan yang bisa diraih.

Dengan imbalan 15% perbulan, tidak sulit bagi kami membujuk sejumlah investor untuk bergabung. Sehingga dalam waktu singkat berhasil terkumpul dana tidak kurang dari 600 juta.

Tapi, secepat itu pula saya nemu kejanggalan.

Mestinya, dengan pertambahan modal begitu besar, laba kotor dalam setiap periode juga bertambah dalam porsi sebanding. Faktanya, semakin besar dana yang diputar, persentase laba kotornya justru semakin turun.

Saya tidak butuh waktu terlalu lama untuk menemukan jawabnya. Pada saat modal kerja masih pas-pasan, semua dana yang kami miliki bisa berputar seluruhnya dan menghasilkan keuntungan secara serentak. Setelah terkumpul uang lebih banyak, saya sering mendapati ada sebagian dana yang tersisa, alias nganggur. Karena berasal dari dana investor yang harus dibayar bunganya setiap bulan, maka uang yang nganggur itu akhirnya berubah menjadi predator. Memangsa sebagian laba kotor.

Lalu, mengapa sampai ada dana nganggur?

Ternyata, dalam setiap periode, paling banyak kami hanya mampu mendapatkan suplai 400 kilo sarang burung walet. Itupun sudah sangat dipaksakan, termasuk menerima sarang dengan kualitas campur aduk. Kalau dirupiahkan, nilainya tidak lebih dari 280 juta.

Berarti, pada setiap periode paling sedikit ada 220 juta rupiah dana yang menjadi predator, menggerogoti laba kotor yang justru semakin surut lantaran kualitas barang yang dijual juga merosot.

Pada saat itu kami semua masih muda, kurang pengalaman dan terlalu bersemangat. Predator yang semakin ganas seiring dengan semakin banyaknya dana yang terhimpun, kami anggap sebagai tantangan. Lalu, dengan semangat entrepreneurship yang luar biasa – maksudnya sedikit nekad dan banyak ngawur, kami bekerja keras mencari solusi untuk menjawab tantangan itu.

Akhirnya, persis seperti pepatah bilang, dimana ada kemauan, disitu ada jalan. Kami nemu beberapa alternatif solusi. Salah satu diantaranya tawaran investasi dibidang properti. Nilainya 10 milyar. Tahun 1992 10 milyar itu sangat banyak. Terutama untuk orang-orang seperti kami, yang sebelumnya hanya bermain dalam skala ratusan juta.

Tapi, jumlah yang sedikit fantastis itu tetap bukan masalah besar bagi kami. Dalam waktu kurang dari sebulan sudah tercatat lebih dari 30 investor ngatre, siap menggelontorkan dana hampir 4 milyar.

Tapi, justru pada saat itu saya kembali terusik. Dari hitung-hitungan di atas kertas saya mendapati bahwa dalam jangka tidak terlalu lama, kami bakal kedodoran. Logikanya sederhana saja: Bisnis properti adalah investasi jangka panjang, sementara dana dari investor adalah investasi jangka pendek. Sangat pendek malah, karena dalam perjanjiannya disebutkan bahwa uang bisa ditarik setiap saat. Ditambah lagi, biaya bunganya sangat tinggi.

Dalam pemahaman saya, kondisi seperti itu sudah tidak bisa dibilang bisnis lagi, melainkan gali lobang tutup lobang. Dan saya sangat yakin, kami tidak akan menang dalam lomba gali menggali seperti itu. 


Bagaimanapun, sebuah usaha yang sudah membengkak sampai begitu besar akan sulit bekerja efisien. Artinya, dengan biaya bunga besar, predator-predator tetap akan selalu ada, dan semakin rakus, karena nominalnya bertambah besar. Lalu pada akhirnya, predator itu akan saling memangsa, sehingga bukan hanya keuntungan yang berkurang, melainkan dana investasi yang terkumpul juga bakal ikut tergerus.

Saya sangat bersyukur berhenti sebelum terlambat. Hanya selang beberapa bulan kemudian koalisi itu, bahkan berikut seluruh kegiatan usaha diluar properti, ambruk dimangsa predator. Dan sampai saat naskah ini saya upload lebih 17 tahun kemudian, sebagian besar teman-teman yang tergabung dalam koalisi masih kocar-kacir diuber ribuan investor yang kalap.