Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Terimakasih sudah berkunjung di blog saya.

Berhubung blog Small Is Powerfull salah oprek dan sampai hari ini belum bisa diselamatkan, maka saya memutuskan untuk bedhol blog. Sebagian besar post berhasil saya pindah, tinggal beberapa yang agak berantakan belum sempat diperbaiki. Kalau mau keren, saya bisa bilang belum punya waktu. Tapi kalau mau jujur, terpaksa saya harus ngaku, malas.

Karena sudah ada pengunjung yang kecewa, sekali lagi perlu saya sampaikan bahwa ini bukan blog motivasi atau tentang kiat sukses. Semua adalah pengalaman pribadi. Apakah yang saya alami konyol, katrok, sesuai dengan teori atau tidak, bagi saya tidak penting. Realitanya seperti itulah yang terjadi.

Seandainya ada pemula yang kemudian menjadi keder setelah membaca blog ini, saya cuma bisa minta maaf – Memangnya kalau minta duit ada yang mau kasih? Tapi kalau memang sudah niat jadi pengusaha, sebaiknya jangan membiasakan diri gampang keder.

Setiap orang punya jalan hidupnya sendiri. Ada yang ketemu jalan mulus, baru mulai langsung sukses. Tapi ada pula yang kebagian jalur off road sehingga bisa punya cerita seru seperti saya..



POST TERAKHIR

23 Agustus 2009

DUKUN PAJAK


Saat sedang ngatri untuk menyerahkan laporan pajak tahun 2008, saya sempat omong-omong dengan orang yang ngaku sebagai konsultan pajak. Dengan sangat tidak sopan orang itu memaksa melihat berkas laporan yang saya bawa. Hanya sekilas, tapi dia sudah berani memastikan kalau saya membayar pajak terlalu banyak. Dia sanggup membantu supaya tahun depan saya hanya membayar pajak 50% saja. Lalu dia menyebut sejumlah nama yang diaku sebagai klien, dan kataya lagi, pajak yang mereka bayar semuanya kecil.

Kebetulan saja salah satu yang diaku sebagai klien adalah teman saya yang tahun 2007 lalu kena denda pajak diatas seratus juta. Ketika saya tanyakan masalah itu, buru-buru dia berkelit, “Saya bikin laporan untuk PT XXX yang di Magelang. Mungkin kebetulan saja namanya sama.”. Waktu saya beritahu kalau nama PT tidak mungkin sama, omongannya jadi ngelantur ngalor ngidul, lalu begitu ada kesempatan, tanpa persmisi orang itu langsung ngeloyor pergi.

Dana yang mepet dan tidak mau tahu urusan pajak sering membuat UKM menjadi korban dukun-dukun pajak. Saya bilang dukun karena cara kerja mereka memang mirip dukun: Menuruti apa saja kemauan wajib pajak tidak perduli benar atau salah dan tidak pernah memberi saran apalagi mengoreksi pembukuan wajib pajak.

Jauh hari sebelum teman saya melakukan kesalahan yang mengakibatkan perusahaan miliknya diperiksa, saya sudah menyarankan supaya memakai jasa konsultan pajak betulan, bukan sekedar minta tolong dibuatkan laporan pajak pada orang yang tidak ketahuan kapasitasnya. Saya memberi saran seperti itu karena omset usaha teman saya sudah jauh berlipat dibanding omset rental mobil saya, dan ada banyak transaksi yang menurut saya “agak rumit”, ditambah lagi status perusahaan teman saya sudah PKP.

Teman saya sempat mengikuti saran saya, tapi kemudian kembali pada “konsultan” lama karena menurut dia orang yang saya rekomendasikan terlalu banyak mencampuri urusan dapur perusahaan. Konsultan baru itu melarang teman saya menjual kuitansi kosong atau menyewakan nama dan NPWP perusahaan.

Menurut teman saya, konsultan pajak tidak perlu tahu urusan dapur perusahaan, tapi cukup membuat laporan berdasar catatan pembukuan yang berikan setiap akhir tahun.

Entah teman saya mendapat ide itu dari siapa, yang jelas ketika petugas pajak kemudian menggerebeg tempat usahanya dan memboyong apa saja yang bisa diangkut, hitung-hitungan akhirnya hampir membuat teman saya lupa bernafas.

Pajak memang rumit, dan kalau tidak hati-hati, wajib pajak bisa terjebak oleh peraturan yang sulit dimengerti oleh orang awam.

Sejak awal punya usaha saya selalu berusaha tertib dan taat pajak, antara lain dengan memanfaatkan jasa orang yang saya anggap ngerti pajak. Walaupun begitu, saya sempat mendapat pelajaran pahit juga.

Pada era 90 an, saat bisnis sarang burung walet dan grosiran saya masih berjaya, untuk membuat laporan pajak saya menggunakan jasa “orang pajak” – itu istilah yang biasa dipakai teman-teman sesama pengusaha untuk orang yang biasa diminta bantuanya untuk membuat laporan pajak.

Biasanya saya menghubungi orang itu menjelang akhir tahun, supaya laporan saya bisa cepet selesai sebelum orang itu kebanjiran order. Data pembukuan Januari sampai Oktober saya serahkan duluan untuk diperiksa barangkali ada yang perlu direvisi, sementara data November – Desember saya serahkan setelah tutup buku selesai. Akhir Januari hitungan pajaknya sudah rampung dan bulan berikutnya saya sudah terbebas dari pekerjaan tahunan yang paling menjemukan itu.

Saat usaha saya dinyatakan bangkrut dan saya menjalani pemeriksaan pajak, ternyata bantuan “orang pajak” itu sama sekali tidak ada manfaatnya. Saya masih kena denda pajak yang jumlahnya tidak bisa dibilang kecil. Semula saya pikir petugas pajak yang memeriksa saya memang sengaja mencari-cari kesalahan, tapi belakangan, setelah saya sedikit paham aturan pajak, ketahuan kalau laporan pajak yang selama ini setiap tahun dengan bangganya saya serahkan sebagai bukti ketaatan saya pada peraturan pemerintah ternyata dibuat asal jadi.

Ketika kesalahan itu saya konfirmasikan pada pembuatnya, saya malah ganti disalahkan lantaran dianggap tidak terbuka. “Orang pajak” itu bahkan menuduh saya sengaja menyembunyikan pembukuan yang asli dan hanya memberi data rekayasa.

Dasar tuyul gosong! Saya sudah berikan semua yang dia minta, bisa-bisanya ngeles seperti itu. Masih ditambah lagi, saya juga disalahkan karena sebagai pengusaha saya tidak tahu sedikitpun mengenai aturan pajak, dan hanya pasrah bongkokan begitu saja pada konsultan pajak.

Konsultan pajak? Berani-beraninya orang itu menyebut dirinya konsultan. Kapan pula dia memberi konsultasi?

Tapi harus saya akui, monyet bau itu tidak sepenuhnya ngawur. Memang benar kalau pengusaha harus ngerti aturan pajak. Paling tidak jangan bego-bego amatlah. Disamping itu, konsultan atau apapun namanya, selama dia hanya bekerja menjelang penyerahan SPT saja, tidak rutin mengikuti aktifitas pembukuan perusahaan dan hanya membuat laporan pajak berdasar data pembukuan thok, yang diserahkan setahun sekali setelah tutup buku, sepandai apapun orangnya, tidak akan bisa membuat laporan pajak dengan akurat. Apalagi kalau masih mendapat pesanan supaya “bayar pajaknya sedikit saja”.



PREV - MABUK PAJAK - NEXT

14 Agustus 2009

Assalamu'alaikum

Nama saya Djati Widodo. Lahir tahun 1962, ketika beras masih menjadi makanan mewah bagi sebagian besar penduduk negeri ini.

Kalau mau sedikit bohong, sehari-hari saya mengelola PT ASA CIPTA, rental mobil yang saya dirikan keroyokan bareng teman-teman. Realitanya, di kantor saya lebih sering fesbukan dan ngobrol ngalor ngidul. Saya punya tim kerja yang luar biasa, sehingga nyaris tidak ada lagi pekerjaan yang tersisa untuk saya selain tandatangan – itupun hanya karena tidak bisa diganti orang lain.

Saya menjadi pengusaha bukan lantaran sulit cari kerja apalagi bosan jadi pekerja, tapi memang sejak kecil suka berniaga. Entah, penyakit itu datangnya dari mana. Orangtua sampai nenek moyang semuanya pegawai pemerintah. Tidak satupun menjadi pedagang. Tetangga kiri-kanan juga ambtenaar. Bahkan saat itu, pengusaha masih dianggap kasta rendah dan semua orang punya cita-cita jadi pegawai negeri. Tapi sejak awal saya sudah ngotot pengin berdagang. (Barangkali mungkin kesambet jin konglomerat waktu pipis di bawah pohon.)



Akhir Agustus 2011, saat ayah saya meninggal, selain menerima ucapan belasungkawa, saya mendapat pertanyaan sama dari seluruh teman yang hadir melayat, "Kamu bukan cina?"

Entah kenapa, meski profil wajah saya mirip dengan keluarga yang lain, tapi mata lebih sipit dan warna kulit agak luntur, sehingga banyak yang menyangka saya barang import dari tanah leluhurnya Jenghis Khan.

Saya menikah dengan Sri Wahyuni dan dikaruniai dua anak. Yang sulung bernama Adella, sementara adiknya belum sempat punya nama lantaran keluar jauh sebelum waktunya dan langsung pamit.






12 Agustus 2009

Navigasi

Karena struktur blognya mengalami perubahan, navigasinya juga harus diganti. Tapi, jaminan bahwa komputer Anda tidak akan meledak meskipun Anda salah pencet, tetap berlaku.

Selain judul tujuh post terakhir yang tetap saya tampilkan di halaman depan, di bawah POST TERAKHIR, yang lain hampir seluruhnya berubah.

Halaman Peta Situs saya pindah ke kolom kanan, jadi Anda hanya perlu satu kali klik saja untuk melihat judul post berdasar kategorinya.

MENU UTAMA di pojok kanan atas juga saya sederhanakan. Cuma ada DEPAN untuk kembali ke halaman depan dan KONTAK untuk kirim email. Sementara EDITnya masih tetap monopoli saya, untuk masuk ke halaman admin

Link navigasi pada setiap halaman post juga masih tetap ada, formatnya juga masih sama seperti di bawah ini:

PREV - <kategori> - NEXT
HOME

• PREV - previous, digunakan untuk berpindah ke post sebelumnya, sesuai judul kategori.
• NEXT digunakan untuk maju satu halaman.
• Seandainya Anda ingin membaca post dari kategori lain, silakan kilik link KATEGORI.

Terimakasih sudah berkunjung, semoga petunjuk ini tidak membuat Anda semakin bingung.

07 Agustus 2009

PERSIAPAN AWAL BUDIDAYA BELUT

Meskipun belut mampu bertahan dalam kondisi ekstrem, bukan berarti gampang dibudidayakan. Peraturan pertama yang harus dipatuhi, JANGAN MENCOBA. Usaha apapun yang Anda lakukan, kalau ingin sukses, jangan pernah dimulai dari mencoba. Entah skala kecil atau besar, kerjakan dengan serius sejak dari awal. Niat mencoba hanya akan membuat Anda berjalan dengan semangat anget-anget tai kebo.

Peraturan kedua, jangan pernah mengawali usaha semata-mata karena ingin cepat mendapat untung gede dengan cara gampang. Bagi pemula, budidaya belut tidak bisa dibilang gampang. Kalaupun tidak gagal, paling tidak Anda harus mau bersusah payah menyiapkan makan setiap sore. Bagi orang yang keburu pengin cepat kaya, mencacah keong bukan pekerjaan ringan.

Jadi, kecuali punya tenaga khusus untuk merawat belut, pastikan bahwa anda memang benar-benar siap mental menghadapi segala kerepotan yang bakal menjadi aktifitas rutin.

Setelah melakukan persiapan mental, dan merasa yakin benar-benar sanggup kerja keras, Jangan keburu mulai. Walaupun nantinya Anda hanya pegang peran sebagai juragan dan hanya main perintah, sebaiknya jangan hanya belajar dari teori buku saja. Sebisa mungkin hadiri pelatihan budidaya, atau minimal, belajar lebih dahulu dari orang yang pernah budidaya.

Salah satu bagian tersulit dalam budidaya belut adalah proses menyiapkan media. Seperti orang belajar memasak, tidak bisa hanya mengandalkan takaran berdasar petunjuk buku. Untuk mendapat ramuan yang pas, perasaan harus dilibatkan. Bagian ini akan lebih mudah dipelajari kalau ada petunjuk langsung dari orang yang pernah melakukan.

Saya menganjurkan semua itu bukan lantaran anti buku. Malah sebaliknya, gara-gara hanya belajar dari buku saja, maka saya jadi tahu benar betapa sulitnya belajar budidaya belut.

Saya gagal lebih dari lima kali sebelum media yang saya ramu diterima oleh belut. Dan saya terpaksa menerima pelajaran ekstra, tersayat serpihan cangkang keong, gara-gara tidak ada buku yang memberitahu kalau cangkang keong bisa setajam pecahan beling. Banyak pengalaman pahit yang sebenarnya tidak perlu terjadi, seandainya saya punya “guru spiritual belut”.

Perlu diingat, budidaya belut bukan sekedar aktifitas mencari keuntungan, melainkan usaha untuk kompromi dan “membujuk” belut supaya mau tinggal di kolam yang kita sediakan, mau makan banyak supaya cepet jadi gendut, dan akhirnya bisa dijual dengan harga tinggi. Jadi, kecuali Anda punya modal tidak terbatas, sehingga mampu mempekerjakan ahli belut, Anda wajib tahu cara “bekerjasama” dengan belut.



PREV BUDIDAYA BELUT- NEXT

02 Agustus 2009

PENGALAMAN PERTAMA BERSAMA BELUT


Karena sadar betul bahwa saya menghadapi lebih banyak kendala, terutama masalah psikologis, maka terhadap komoditi satu ini saya tidak mau terburu-buru. Selain harus belajar masalah tehnis, saya juga harus mempersiapkan mental untuk berdamai dengan belut phobia. Saya juga harus menguatkan nyali, bukan hanya untuk memegang cacing, bekicot atau belatung, melainkan juga harus belajar menjadi raja tega supaya punya nyali untuk membantai dan mencacah cacah hewan-hewan itu sebagai pakan belut.


Setelah mencoba flash back, baru saya sadari kalau seumur hidup ternyata hanya nyamuk dan ular saja binatang yang pernah – dan sering saya bunuh dengan sengaja. Membunuh ularpun sebenarnya bukan karena sengaja, melainkan reflek, lantaran terlalu histeris, sampai saya kehilangan nalar.

Disaat saya sedang panas dingin belajar jadi algojo, ada informasi kalau pakan belut bisa diganti pelet. Alhamdulillah …….. Jadi tinggal belajar berantem dengan belut. Rasanya tidak sulit.

Januari 2009 saya mulai membuat persiapan. Pertamakali, mencari partner. Jujur saja, saya butuh teman, paling tidak supaya benih belut yang saya beli nanti benar-benar dibudidayakan, dirawat, dikasih makan, bukan saya buang kecomberan lantaran nyali saya masih sentlap-sentlup.

Ada teman, korban PHK, yang bersedia kerja bareng.

Persiapan dilanjutkan.

Karena masih pemula, kami mengawali dengan 2 tong. Dengan bekal pengalaman selama masa pelatihan – yang ternyata justru banyak lupa, media lumpur diolah secara ketat mengikuti petunjuk dari buku - Dan ketika medianya siap dituang air beberapa hari kemudian, bukunya sudah tidak karuan lagi bentuknya.

Pertengahan Maret benih disebar. Supaya tidak terlalu ribet, setiap tong cukup diisi 0,5 kg benih atau menurut penjualnya kurang lebih 40 ekor anak belut. Setelah sekian bulan tidak menyentuh belut hidup, phobia saya kambuh. Pada sentuhan pertama, merindingnya gak karuan.

Setelah semua bibit masuk, permukaan air diberi kangkung sebagai tanaman peneduh – karena susah cari enceng gondok, bagian atas tong ditutup kasa, dan terakhir, pompa akuarium dinyalakan. Jadilah farm belut saya mulai beroperasi. Ternyata tidak sulit. Pekerjaan selanjutnya cuma menabur pelet dan memantau kondisi air.

Terbukti kan, selama ada kemauan, apapun kendalanya, pasti bisa diatasi.

Sambil mengurus farm – boleh dong pakai istilah keren, biar tambah semangat. – kami mulai membuat rencana kedepan. Lalu ketika hitungan angkanya sudah matang, kami segera mencari lokasi tanah - bakal farm betulan, untuk disewa. Bulan ke tiga setelah tebar benih semuanya sudah siap. Lokasi tanah sudah ketemu, supplier tong sudah dapat, tenaga pembantu sudah ada, dan paling penting, duit sudah tersedia. Cuma entah kenapa, mendadak semangat kami berdua sedikit mlempem.

- Tunggu anakku lahir, bulan depan.

Teman saya mulai berdalih untuk mengulur waktu. Herannya, saya setuju saja. Padahal biasanya, kalau ada yang semangatnya kendor, saya paling kencang berteriak.

Bulan berikutnya si bayi lahir. Alhamdulillah. Kebetulan juga, benih belut yang ditebar sudah waktunya dipanen. Jadi sekalian saja syukuran bareng. Hari H-nya ditetapkan tanggal 21 Juli dan belut hasil panen perdana diniatkan untuk lauk syukuran.

Pada hari H, kami berdua plus keluarga besar teman, termasuk jabang bayi, berkumpul di teras belakang. Setelah berdo’a, acara panen dimulai. Saya mendapat kehormatan untuk mengawali panen.

Dengan semangat tidak karuan, karena lagi-lagi phobinya kambuh, saya memaksa diri memasukkan tangan ke dalam tong. Aduk sana, aduk sini. Setelah beberapa saat, nyali saya mulai tumbuh dan saya menjadi semakin bersemangat. Tapi, disaat mulai kegirangan, sekaligus saya mulai heran. Kok, tangan saya sejak tadi tidak nyenggol apa-apa? Aduk lagi sana-sini. Tetap tidak nemu apa-apa.

Gawat! Perasaan saya mulai tidak enak.

Melihat keadaan saya, teman saya menjadi tidak sabar, tong satunya langsung diubeg. Sami mawon. Akhirnya kami sepakat menumpahkan isi tong.

Byurrrr ………….

Diantara lumpur yang mengalir ke mana-mana terlihat ada beberapa makhluk bergerak-gerak. Beberapa ekor ………… ah, ternyata cuma empat, ukurannya lumayan besar, walaupun tidak sebesar hasil panen di tempat pelatihan, sementara lainnya …….. ada tujuh ekor, ukurannya cuma sedikit lebih besar dibanding benih yang dulu kami tebar. Lainnya mana? Lalu kenapa yang gede cuma empat dan yang lain cebol?

Walaupun sejak awal, saat semuanya running well, saya sempat was-was kalau-kalau nanti bakal ada kejutan, tak urung ketika kejutan itu benar-benar datang, saya sempat merasa kecewa. Masalahnya, saya tidak menyangka kalau kejutannya bakal seperti ini. Prediksi saya semula, kalaupun gagal, mungkin belutnya mati satu persatu, atau bagaimana, pokoknya tidak seperti itu. Lha ini, yang mati tidak ketahuan bangkainya, sementara yang tersisa ukurannya tidak seragam. Bener-bener ajaib.

- Kamu yang ajaib. Ide siapa kasih makan belut pakai pelet?.

Pelatih saya ngakak setelah tahu masalah yang saya hadapi.

Yaahhhhhh …….. budidaya belut ternyata tidak boleh semau gue. Gara-gara males menyiapkan pakan alami, belut-belut saya saling memangsa. Yang selamat tapi tidak kecukupan gizi – mungkin kalah berebut bangkai, tumbuhnya lambat, jadi kontet.

Pelajaran pertama: Kalau mengerjakan sesuatu, lakukan dengan sungguh-sunggu dan sepenuh hati.



PREV BUDIDAYA BELUT- NEXT