Sekitar tahun 2005, dua orang memutuskan memilih mug sebagai komoditi untuk mengawali bisnis mereka.
Orang pertama dengan cerdas melakukan survey pasar dan mencari masukan dari para pakar terlebih dahulu, dan segera berganti haluan mencari peluang lain manakala mendapati bahwa pemain di bisnis mug sudah terlalu banyak, sementara pangsa pasarnya hanya terbatas pada eceran.
Orang kedua sebaliknya. Agak ngotot dengan pilihannya. Bahkan nasehat beberapa orang yang lebih berpengalaman dianggap seperti angin lalu. Di otaknya cuma ada mug, mug dan mug, tidak perduli pesaing yang lebih berpengalaman sudah berjubel rebutan pasar yang hanya terbatas itu.
Ketika post ini saya tulis enam tahun kemudian, si cerdas masih sibuk mencari peluang usaha yang sekiranya dianggap pantas untuk dikembangkan, dan belum sekalipun nemu pilihan yang cocok. Sementara orang kedua, Saptuari Sugiharto menjadi "korban" keras kepalanya, sehingga sekarang bukan hanya sibuk ngurus mug, tapi juga pin, kaos dan bordir, karena Kedai Digitalnya beranak pinak lebih cepat dari kelinci.
Menurut Anda, apa kira-kira yang membedakan si cerdas dari Saptuari sehingga nasib mereka bertolakbelakang? Yang jelas pasti bukan karena Saptuari punya nama belakang Sugiharto, lalu sekarang menjadi kaya.
Menurut saya perbedaannya hanya pada satu kata: VISI. Apapun komoditinya, tidak perduli apa kata para pakar dan bagaimanapun kondisi pasar, selama seseorang tahu “mau ngapain” dan “bagaimana harus melaakukannya”, maka itulah peluang yang layak untuk ditekuni.
Sama-sama memegang mug, Saptuari punya visi yang jelas tentang apa yang bisa dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya, sementara visi si cerdas hanya sebatas ingin mendapat duit banyak dengan cara mudah dan cepat.
Visi yang jelas dan terarah juga membuat jangkrik, barang rongsok, tai cacing dan segala komoditi remeh lain bisa menjadi bisnis luar biasa. Tapi kalau sejak awal yang terbayang hanya sebatas pengin ketularan cepat kaya maka apapun komoditi yang dipilih hanya akan mendatangkan kerugian. Duit terlanjur keluar, waktu terbuang percuma, hasilnya NIHIL.
Oleh karena itu, jangan memilih sebuah peluang usaha hanya karena para pakar, majalah bisnis atau orang banyak bilang prospeknya bagus dan cepat mendatangkan keuntungan. Apalagi kalau ditambahi tanpa resiko dan gampang dikerjakan.
Percaya saja, orang yang gembar-gembor seperti itu selalu punya niat terselubung. Biasanya, kalau bukan distributor MLM yang sedang mencari downline, para reseller yang berusaha menjual sesuatu, team marketing majalah bisnis yang berusaha supaya dagangannya laku, bisa dipastikan adalah orang-orang yang memang menerima bayaran untuk bicara seperti itu.
Baca dan pelajari semua peluang usaha yang sudah terbukti mengantar banyak pengusaha menjadi sukses. Tapi jangan hiraukan komoditinya. Fokuslah pada apa yang sudah dikerjakan oleh orang-orang yang sukses itu terhadap komoditi pilihan mereka. Setelah itu, sering-seringlah mengamati segala apapun yang ada disekeliling Anda. Pikirkan selalu, peluang apa yang bisa Anda ciptakan? Kemudian tanyalah diri Anda sendiri, seberapa keras kemauan Anda untuk menghadapi segala resikonya?
Selagi Anda belum nemu jawaban untuk pertanyaan pertama dan belum yakin dengan keberanian Anda menghadapi resiko – termasuk resiko harus bekerja ekstra keras, lupakan dulu niat Anda menjadi pengusaha.
Orang pertama dengan cerdas melakukan survey pasar dan mencari masukan dari para pakar terlebih dahulu, dan segera berganti haluan mencari peluang lain manakala mendapati bahwa pemain di bisnis mug sudah terlalu banyak, sementara pangsa pasarnya hanya terbatas pada eceran.
Orang kedua sebaliknya. Agak ngotot dengan pilihannya. Bahkan nasehat beberapa orang yang lebih berpengalaman dianggap seperti angin lalu. Di otaknya cuma ada mug, mug dan mug, tidak perduli pesaing yang lebih berpengalaman sudah berjubel rebutan pasar yang hanya terbatas itu.
Ketika post ini saya tulis enam tahun kemudian, si cerdas masih sibuk mencari peluang usaha yang sekiranya dianggap pantas untuk dikembangkan, dan belum sekalipun nemu pilihan yang cocok. Sementara orang kedua, Saptuari Sugiharto menjadi "korban" keras kepalanya, sehingga sekarang bukan hanya sibuk ngurus mug, tapi juga pin, kaos dan bordir, karena Kedai Digitalnya beranak pinak lebih cepat dari kelinci.
Menurut Anda, apa kira-kira yang membedakan si cerdas dari Saptuari sehingga nasib mereka bertolakbelakang? Yang jelas pasti bukan karena Saptuari punya nama belakang Sugiharto, lalu sekarang menjadi kaya.
Menurut saya perbedaannya hanya pada satu kata: VISI. Apapun komoditinya, tidak perduli apa kata para pakar dan bagaimanapun kondisi pasar, selama seseorang tahu “mau ngapain” dan “bagaimana harus melaakukannya”, maka itulah peluang yang layak untuk ditekuni.
Sama-sama memegang mug, Saptuari punya visi yang jelas tentang apa yang bisa dikerjakan dan bagaimana mengerjakannya, sementara visi si cerdas hanya sebatas ingin mendapat duit banyak dengan cara mudah dan cepat.
Visi yang jelas dan terarah juga membuat jangkrik, barang rongsok, tai cacing dan segala komoditi remeh lain bisa menjadi bisnis luar biasa. Tapi kalau sejak awal yang terbayang hanya sebatas pengin ketularan cepat kaya maka apapun komoditi yang dipilih hanya akan mendatangkan kerugian. Duit terlanjur keluar, waktu terbuang percuma, hasilnya NIHIL.
Oleh karena itu, jangan memilih sebuah peluang usaha hanya karena para pakar, majalah bisnis atau orang banyak bilang prospeknya bagus dan cepat mendatangkan keuntungan. Apalagi kalau ditambahi tanpa resiko dan gampang dikerjakan.
Percaya saja, orang yang gembar-gembor seperti itu selalu punya niat terselubung. Biasanya, kalau bukan distributor MLM yang sedang mencari downline, para reseller yang berusaha menjual sesuatu, team marketing majalah bisnis yang berusaha supaya dagangannya laku, bisa dipastikan adalah orang-orang yang memang menerima bayaran untuk bicara seperti itu.
Baca dan pelajari semua peluang usaha yang sudah terbukti mengantar banyak pengusaha menjadi sukses. Tapi jangan hiraukan komoditinya. Fokuslah pada apa yang sudah dikerjakan oleh orang-orang yang sukses itu terhadap komoditi pilihan mereka. Setelah itu, sering-seringlah mengamati segala apapun yang ada disekeliling Anda. Pikirkan selalu, peluang apa yang bisa Anda ciptakan? Kemudian tanyalah diri Anda sendiri, seberapa keras kemauan Anda untuk menghadapi segala resikonya?
Selagi Anda belum nemu jawaban untuk pertanyaan pertama dan belum yakin dengan keberanian Anda menghadapi resiko – termasuk resiko harus bekerja ekstra keras, lupakan dulu niat Anda menjadi pengusaha.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar