POST TERAKHIR

23 September 2012

JANGAN SEKEDAR PENGIN JADI PENGUSAHA

Anak teman saya mendadak ngebet pengin jadi pengusaha setelah pada reuni SMA lebaran dua tahun lalu ketemu bekas kawan yang dulu terpaksa ngider koran untuk bayar SPP, sekarang, lima tahun kemudian, sukses jadi juragan ikan hias.

Beberapa bulan setelah menerima gelontoran modal yang tidak sedikit – seingat saya belum genap 5 bulan,, bisnis ikan hiasnya mandeg total tanpa bekas. Tempat usaha yang semula penuh akuarium dan segala perlengkapannya berubah menjadi gerai laundry kiloan. Itupun tidak lama dan segera berganti menjadi kedai digital printing.

Awal tahun ini secara mendadak pengusaha muda itu bersama kroninya datang menemui saya, menawarkan kerjasama rental mobil exclusive. Walaupun sampai hari ini saya tetap tidak paham apa yang dimaksud dengan rental exclusive, tapi idenya termasuk luar biasa, modalnya juga komplet: 3 unit Audi, 1 unit Jaguar, 1 unit Mercedes Viano, 1 unit Humvee dan 2 unit Isuzu ELF yang dimodifikasi habis menjadi luxury van.

Sementara si anak dengan penuh semangat tanpa kenal lelah terus berusaha membujuk supaya saya mau bekerja sama, si bapak mulai sering meriang.

Pohon jagung di kebun belakang belum lagi berbuah ketika salah satu Audi yang konon disewa lepas kunci untuk shooting film, sudah 2 minggu tidak ketahuan rimbanya, begitu pula dengan orang yang menyewa.

Dalam skala yang jauh lebih kecil, sayapun pernah mengalami nasib serupa. Beberapa kali gagal, modal ludes tanpa bekas. Saat itupun saya baru mulai belajar bisnis. Umur saya menjelang 15. Untungnya, ayah dan ibu tidak merestui niat saya belajar bisnis sebelum selesai sekolah, sehingga duit yang hilang tidak lebih dari lima ratus ribu (walaupun untuk saat itu nilainya juga sudah termasuk besar).

Lama sebelum berumur 15 tahun saya pernah “sukses” jualan kelereng, layang-layang dan mainan yang terbuat dari kulit jeruk atau kembang tebu. Saya sempat bertanya-tanya pada diri sendiri, mengapa setelah gedean, dan lebih pinter, malah selalu tekor dan gagal?

Saya butuh waktu lumayan lama untuk menyadari bahwa “pengin punya bisnis” saja tidak cukup sebagai motivasi untuk menjadi seorang entrepreneur. Apalagi kalau keinginan itu muncul hanya karena melihat orang lain sukses.

Bisnis bukan mode. Bisnis bukan trend yang bisa ditiru-tiru layaknya model sepatu atau dandanan rambut. Bisnis membutuhkan kesungguhan hati. “Bisnis” saya di masa kanak-kanak yang sebetulnya sekedar iseng itu running well sampai beberapa tahun karena saya melakukannya dengan sepenuh hati, bukan lantaran ikut-ikutan orang lain atau pengin punya duit banyak dengan cara gampang.

Bisnis adalah perjalanan panjang, baru berakhir ketika pelakunya tidak lagi mampu meneruskan perjalanan. Dan selama perjalanan itu, masalah, rintangan dan kesulitan datang silih berganti. Maka seorang entrepreneur tidak punya pilihan selain harus berani menghadapi apapun yang terjadi.



3 komentar:

  1. soma suma penerus bangsa9 Januari 2013 pukul 08.48

    gua bingung, ini blog ngebahas apa? kisah sukses nggak ada, enterprenursip kagak, malah posting pengalaman sial. nggak ada motivasi, nggak ada pencerahan, malah bikin keder pemula.

    BalasHapus
  2. Justru ini blog membahas dari perspektif yang beda. Nggak hanya sukanya saja, seolah-olah jadi pengusaha itu sangat gampang dan nggak ada resiko. Ini inspirasi utk mengingatkan agar calon pengusaha harus tetap hati2 dalam melangkah.

    BalasHapus
  3. Benar mas Bejo, blog ini memang benar benar beda. Yang lain kebanyakan berisi "angin surga", tapi blog mas Djati sangat membuka wawasan. Bravo.

    BalasHapus