Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Terimakasih sudah berkunjung di blog saya.

Berhubung blog Small Is Powerfull salah oprek dan sampai hari ini belum bisa diselamatkan, maka saya memutuskan untuk bedhol blog. Sebagian besar post berhasil saya pindah, tinggal beberapa yang agak berantakan belum sempat diperbaiki. Kalau mau keren, saya bisa bilang belum punya waktu. Tapi kalau mau jujur, terpaksa saya harus ngaku, malas.

Karena sudah ada pengunjung yang kecewa, sekali lagi perlu saya sampaikan bahwa ini bukan blog motivasi atau tentang kiat sukses. Semua adalah pengalaman pribadi. Apakah yang saya alami konyol, katrok, sesuai dengan teori atau tidak, bagi saya tidak penting. Realitanya seperti itulah yang terjadi.

Seandainya ada pemula yang kemudian menjadi keder setelah membaca blog ini, saya cuma bisa minta maaf – Memangnya kalau minta duit ada yang mau kasih? Tapi kalau memang sudah niat jadi pengusaha, sebaiknya jangan membiasakan diri gampang keder.

Setiap orang punya jalan hidupnya sendiri. Ada yang ketemu jalan mulus, baru mulai langsung sukses. Tapi ada pula yang kebagian jalur off road sehingga bisa punya cerita seru seperti saya..



POST TERAKHIR

17 Maret 2011

CATATAN KRITIS ATAS TAYANGAN RCTI

Artikel di bawah sengaja saya kutip untuk berbagi informasi, berkaitan dengan liputan RCTI tentang dugaan praktik ilegal di Ditjen Pajak.


Benarkah Seorang Account Representative (AR) bisa Semudah Itu Memeras Wajib Pajak ?

OPINI | 13 March 2011 | 10:004256 15 2 dari 3 Kompasianer menilai bermanfaat


Tulisan ini merupakan catatan kritis atas Tayangan RCTI “Penelusuran Dugaan Praktik Ilegal di Ditjen Pajak

Selama dua hari berturut-turut tanggal 08 dan 09 Maret 2011, RCTI berulang - ulang menayangkan liputan penelusurannya tentang dugaan praktik ilegal di Ditjen Pajak, salah satu posisi di kantor pajak yang disebut-sebut mudah dan rawan melakukan tindak korupsi adalah Account Representative (AR),sebagai salah satu kepanjangan tangan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam berhubungan dengan Wajib Pajak tak ayal tayangan ini tidak saja membuat gusar pegawai DJP khususnya AR namun juga para Wajib Pajak, karena tidak bisa dipungkiri bahwa selama ini orang pertama yang mereka hubungi jika berurusan dengan DJP adalah seorang Account Representative yang telah ditunjuk bagi perusahaan mereka.

Benarkah dugaan RCTI ini ? Apakah memang benar seorang AR bisa semudah itu melakukan korupsi atau memeras Wajib Pajak yang ditanganinya ?

Reformasi birokrasi di Direktorat Jenderal Pajak atau yang lebih dikenal dengan istilah penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern telah melahirkan jabatan baru di kantor pajak yaitu Account Representative, dimana Account Representative ini merupakan mitra penghubung antara DJP dengan Wajib Pajak.

Setiap Account Representative mempunyai beberapa Wajib Pajak yang harus ditanganinya, dimana terhadap Wajib Pajak tersebut Account Representative berkewajiban untuk memberikan bimbingan/konsultasi dan melakukan pengawasan terhadap kepatuhan kewajiban perpajakan. Jika sebelum sistem administrasi perpajakan modern seorang Wajib Pajak harus menghubungi banyak bagian di kantor pajak untuk menyelesaikan urusan perpajakannya, maka saat ini cukup menghubungiAccount Representative yang telah diberi tugas menangani Wajib Pajak tersebut.

Jika ada yang berpendapat bahwa jabatan AR adalah jabatan yang rawan untuk melakukan korupsi, maka kita harus jujur bahwa semua jabatan, apapun dan dimanapun itu pada intinya rawan korupsi apalagi jika orang yang mengemban amanah jabatan tersebut dalam tubuhnya mengalir jiwa koruptif, karena itu kita harus melihatnya secara jernih dan utuh bagaimana sebetulnya jabatan tersebut menjalankan tugas dan fungsinya pada sistem yang ada, apakah memang sistemnya dibangun dengan sedemikian rapuhnya sehingga sangat mudah bagi oknumnya untuk melakukan korupsi atau justru sebaliknya.

RCTI mensinyalir bahwa peluang korupsi yang dapat dilakukan oleh Account Representative adalah pada kewenangan yang dimilikinya untuk merekomendasikan laporan pajak yang mencurigakan, dimana jika Wajib Pajak tidak ingin laporan pajak tersebut ditindak lanjuti maka dia dapat menegosiasikannya dengan AR yang bersangkutan dan tentunya dengan sejumlah imbalan tertentu.

Kami mencoba menafsirkan bahwa mungkin yang dimaksud dengan wewenang AR untuk merekomendasikan laporan pajak yang mencurigakan adalah wewenang AR untuk mengusulkan dilakukannya pemeriksaan khusus atas SPT yang disampaikan oleh Wajib Pajak. Kewenangan ini memang merupakan bagian dari tugas seorang AR dalam rangka melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan.

Untuk memberikan pemahaman yang lebih jelas dan tidak menyesatkan tentang AR yang dianggap rawan melakukan korupsi, berikut adalah gambaran salah satu prosedur bagaimana seorang AR menjalankan tugasnya untuk melakukan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan.

1. Laporan Pajak (SPT) yang disampaikan oleh Wajib Pajak ke kantor pajak akan dilakukan penelitian oleh seorang AR yang telah diberi tugas untuk menangani Wajib Pajak tersebut (sebagai catatan perlu diingat bahwa untuk SPT yang berstatus Lebih Bayar atau Wajib Pajak meminta pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak akan langsung dilakukan pemeriksaan oleh pejabat fungsional pemeriksa ).

2. Jika AR menemukan adanya dugaan ketidakbenaran dalam pelaporan SPT tersebut berdasarkan data - data yang ada di kantor pajak, maka AR harus membuat surat himbauan kepada Wajib Pajak untuk memberitahukan dan sekaligus meminta klarifikasi terhadap adanya dugaan belum dipenuhinya kewajiban perpajakan tersebut sesuai dengan ketentuan perpajakan yang berlaku.

3. Jika jawaban tertulis yang diterima dari Wajib Pajak atas surat himbauan tersebut bisa menjelaskan semua dugaan ketidakbenaran dalam SPT, maka SPT tersebut dianggap telah benar.

4. Namun apabila jawaban tertulis yang disampaikan Wajib Pajak dianggap belum cukup, maka tahap selanjutnya adalah dilakukan konseling yaitu sarana yang diberikan kepada Wajib Pajak untuk melakukan klarifikasi terhadap data yang tecantum dalam surat himbauan secara langsung kepada petugas pajak.

5. Konseling tidak boleh dilakukan hanya oleh seorang AR, tetapi harus bersama - sama dengan atasannya yaitu Kepala Seksi Pengawasan dan Konsultasi dan semuanya harus dituangkan secara tertulis dalam Berita Acara Konseling.

6. Seandainya hasil pelaksanaan konseling tersebut menunjukkan bahwa memang benar terdapat ketidakbenaran pelaporan SPT, dan Wajib Pajak mengakui hal tersebut maka kepada Wajib Pajak diberikan hak untuk melakukan pembetulan SPT sesuai dengan ketentuan yang berlaku, dan apabila Wajib Pajak telah membetulkan SPT-nya maka kasus dianggap selesai.

7. Usulan pemeriksaan baru akan direkomendasikan apabila konseling tidak berhasil mengklarifikasi ketidakbenaran pengisian SPT, namun perlu diingat bahwa sebelum usulan pemeriksaan khusus ini disampaikan kepada pimpinan, masih terdapat proses - proses yang harus dilalui.

8. Sebelum mengusulkan, AR harus terlebih dahulu membuat analisa untuk mengetahui seberapa besar materialitas ketidakbenaran SPT Wajib Pajak dan seberapa besar potensi pajak yang diharapkan dapat dihasilkan apabila dilakukan proses pemeriksaan.

9. Analisa yang dibuat oleh AR ini kemudian akan dibahas oleh Tim Asistensi yang terdiri dari dua orang kepala seksi, seorang pejabat pemeriksa, dan bersama dengan AR yang bersangkutan. Berita Acara hasil pembahasan Tim Asistensi inilah yang nantinya menghasilkan rekomendasi apakah dugaan ketidakbenaran laporan pajak (SPT) Wajib Pajak layak untuk diusulkan dilakukan pemeriksaan atau tidak.

Jadi bagaimana mungkin seorang AR akan dengan mudah menggunakan hasil temuannya berupa dugaan ketidakbenaran pelaporan pajak untuk memeras Wajib Pajak, sementara Wajib Pajak sendiri mengetahui dan paham bahwa untuk mengusulkan suatu dugaan ketidakbenaran pengisian SPT menuju proses pemeriksaan tidak bisa dilakukan ‘ujug-ujug’, prosedurnya sangat panjang, dan dalam proses tersebut Wajib Pajak memiliki hak sepenuhnya untuk diberikan bimbingan/konsultasi, didengar klarifikasinya, dan diperbolehkan membetulkan laporannya.

Sekiranya Wajib Pajak merasa bahwa laporan pajaknya telah benar maka seharusnya dia tidak gentar jika seorang AR melakukan penelitian atas kebenaran laporan pajak tersebut, kalaupun ternyata ada laporan yang memang tidak benar, maka Wajib Pajak dengan bimbingan AR dapat menggunakan haknya untuk membetulkan laporannya tersebut, sehingga tidak perlu sampai dilakukan pemeriksaan.

Jika seandainya ada oknum AR yang misalnya melakukan pemerasan kepada Wajib Pajak dengan menakut - nakuti bahwa laporan pajak yang salah ini akan direkomendasikan untuk dilakukan pemeriksaan, maka Wajib Pajak harus menggunakan haknya untuk mendapatkan penjelasan secara resmi berupa surat himbauan, melakukan klarifikasi dalam konseling dan berhak melakukan pembetulan atas laporan yang diduga salah oleh oknum AR tersebut.

Akhirnya dapat disimpulkan bahwa pada intinya sebelum AR menjalankan wewenangnya untuk mengusulkan pemeriksaan khusus yang dalam kenyataannya prosedurnya tidak sesederhana dan semudah yang dibayangkan, maka sebelumnya dia harus menjalankan tugasnya untuk memberikan bimbingan/konsultasi kepada Wajib Pajak.

Semoga tulisan ini dapat sedikit memberikan pemahaman yang baik kepada pers dan masyarakat agar tidak mudah ‘gebyah uyah’ menggeneralisir bahwa semua petugas pajak sama seperti Gayus, karena DJP senantiasa berusaha membangun sistem administrasi yang mampu mencegah terjadinya penyelewengan oleh petugas pajak.

Sumber : KOMPASIANA



PREV - MABUK PAJAK - NEXT

13 Maret 2011

AR DITJEN PAJAK, KAWAN ATAU LAWAN?

saya pernah mendapat dua surat dari Ditjen pajak. Satu untuk pribadi, satunya juga buat saya, selaku direktur perusahaan. Semua berisi pemberitahuan kalau sebagai Wajib Pajak, saya dan perusahaan saya mulai saat itu masing-masing memiliki account representative, tempat saya bertanya dan konsultasi seputar urusan pajak.


Karena mutasi keuangan di rental saya tergolong simpel dan tidak melibatkan jumah uang besar, kecerdasan saya yang agak pas-pasan masih bisa menjangkau, Jadi, sampai saat ini saya belum pernah konsultasi.
Untuk pajak pribadi apalagi. Walaupun menjadi direktur dan sebagai pemegang saham, tapi karena perusahaan berbadan hukum Perseroan Terbatas, harta pribadi terpisah dari harta perusahaan. Status saya sama seperti karyawan lain. Terima gaji dan dipotong pajak rutin setiap bulan. Untuk deviden yang saya terima, prosedur pelaporannya juga jelas dan tidak sulit.

Tapi, sebagai WP pribadi, saya pernah sempat bingung, ketika bisnis kecil-kecilan yang saya kerjakan diwaktu senggang mulai memberi hasil. Saya pernah mengalami kesulitan ketika harus mengisi SPT tahunan. Saya sempat menghubungi AR via telepon, lalu mendapat petunjuk singkat. Setelah itu, beres, sampai sekarang.

Karena ketika memberi petunjuk, suara AR saya terdengar ramah dan sangat pengertian, saya tidak pernah punya pikiran negatif apapun terhadap AR saya. Jadi, ketika pertengahan Maret lalu saya menyaksikan liputan RCTI tentang kemungkinan AR memeras Wajib Pajak, saya jadi bingung dan sempat was-was.
Saya tahu benar bagaimana rasanya diperas oknum aparat. Diluar urusan pajak, saya pernah mengalami. Tanpa melakukan pelanggaranpun saat itu bisa diatur sehingga kemudian terbukti saya melakukan pelanggaran berat.

Liputan RCTI itu juga membuat beberapa kawan heboh. Terutama yang laporan pajaknya memang terlalu banyak disulap.

Lalu, seperti biasa, karena saya tidak mau jadi korban kabar angin yang tidak karuan juntrungannya, saya menghubungi kawan-kawan yang saya anggap lebih tahu urusan jeroan instansi pajak, untuk mencari tahu, apakah kemungkinan seperti itu memang bisa terjadi?

Jawaban yang saya terima membuat saya keselek, tapi sekaligus lega. Hampir semua memberi jawaban sama, “Bisa saja AR memeras Wajib Pajak, tergantung orangnya. Kamu sendiri, kalau mau, juga bisa memeras rekananmu. Di mana-mana, peluang untuk memeras terbuka lebar.”

Saya tidak butuh penjelasan lebih lanjut untuk membuat saya tenang kembali. AR juga manusia, ada yang baik, ada juga yang punya bakat korup. Kalau kebetulan ketemu yang bejad, ya anggap saja apes. Tapi bukan berarti lalu saya harus selalu berprasangka buruk terhadap AR saya.

Saya pikir, media massa sebaiknya juga lebih selektif menyeleksi tayangan. Jangan sampai niat untuk memberi penerangan justru berubah menjadi teror, seperti tayangan silet tahun lalu.


PREV - MABUK PAJAK - NEXT

09 Maret 2011

TIDAK MENJADI SINGLE FIGHTER

Setelah sempat bimbang, saya meluangkan waktu beberapa minggu untuk mengevaluasi semua prosedur yang sudah saya kerjakan. Saya punya keyakinan, kalau saya gagal melakukan sesuatu, kemungkinan besar hanya karena saya melakukan dengan cara keliru. Jadi saya harus tahu apa saja kesalahan yang sudah saya lakukan.

Tapi, mencari kesalahan diri sendiri bukan pekerjaan gampang, apalagi kalau tidak ada faktor pembanding. Bertanya pada orang lain, terutama untuk masalah budidaya belut, nampaknya tidak mungkin. Selain partner kerja saya, hampir tidak ada orang lain yang tahu secara detail. Bahkan istri saya tidak tahu kalau selama beberapa bulan terakhir saya main-main belut.

Barangkali lantaran terlalu serius mikir kegagalan, saya jadi stres, lalu tanpa sengaja nyaris menyulut konfrontasi dengan teman lama yang ternyata termasuk orang yang tidak percaya kalau belut bisa dibudidayakan menggunakan media buatan. Tapi justru berkat adu argumentasi itu beberapa kesalahan saya mulai terlihat.

Salah satu kesalahan yang nampak sepele tapi ternyata menjadi penyebab kegagalan paling dominan adalah karena saya bekerja semata-mata berdasar asumsi.

Saya memang pernah ikut pelatihan. Juga ada teman lama yang kebetulan menjadi pembudidaya belut – walaupun hanya bisa komunikasi lewat telepon, karena berjauhan. Tapi setelah beberapa kali konsultasi pada masa awal, saya tidak lagi menghubungi teman dan mantan pelatih sekalipun berulangkali mereka bilang bersedia membantu kapan saja saya membutuhkan. Semua tindakan saya kerjakan hanya berdasar kesimpulan pribadi terhadap informasi yang saya dapat dari berbagai sumber.

Sebenarnya tidak salah mempelajari sesuatu secara autodidak. Bahkan jurus untung-untunganpun kadang bisa manjur. Tapi tetap saja ada bedanya antara belajar dengan bertindak ngawur. Orang baru bisa dibilang belajar selagi dia selalu mencatat setiap langkah yang dikerjakan, meskipun prosedur itu dilakukan sekedar coba-coba. Sementara yang ngawur, ya ngawur saja. Kalaupun kebetulan berhasil, sulit mengulang lagi karena apa saja yang sebelumnya sudah dikerjakan, lupa.

Repotnya lagi, ketika bekerja dengan makhluk hidup, entah tumbuhan, binatang atau orang, kegagalan tidak pernah terjadi seketika. Gejala kegagalan baru muncul setelah beberapa kesalahan terakumulasi dalam tenggang waktu cukup lama, sehingga sulit untuk diketahui secara pasti kesalahan mana saja yang punya andil dominan.

Tapi sebaiknya memang tidak perlu berlagak sok paham. Bertanya dan saling berbagi pengalaman adalah cara paling bijaksana bagi siapapun yang ingin berhasil.



PREV BUDIDAYA BELUT- NEXT