POST TERAKHIR

21 Agustus 2008

SEKEDAR CERITA

Selain menjalankan sholat berjamaah, saya juga pernah nglakoni bangkrut berjamaah. Tahun 1996, semuanya lebih dari 16 orang dari berbagai kota disekitar Yogya, tanpa kompromi bangkrut bareng. Itu karena bisnis kami, berniaga sarang burung walet, saling terkait antara satu dengan yang lain. Sampai saat ini tidak ada yang tahu secara pasti, apa pemicunya. Tahu-tahu semua ambruk begitu saja seperti rumah-rumah di Yogya yang porak poranda terkena gempa tanggal 27 Mei tahun 2006 lalu.

Saya shok berat ketika sadar tidak ada lagi yang tersisa dari seluruh aset saya. Tapi sebenarnya saya masih beruntung. Walaupun semuanya ludes, tidak sampai meninggalkan hutang satu rupiahpun. Bahkan menurut hitungan, sebenarnya masih ada piutang yang tersisa. Cuma, orang-orang yang berhutang sudah tidak ketahuan lagi rimbanya. Satu orang meninggal jantungan. Yang lain, entah ngumpet atau ditelan bumi, saya tidak tahu.

Diantara sekian banyak orang, tinggal satu yang masih bisa saya temui. Kami melewati masa-masa sulit bersama. Kadang cuma saling diam, lain kali bercanda, tapi adakalanya sampai ribut berantem, saling menyalahkan. Namanya juga lagi stress.

Selain bisnis sarang burung walet, saat itu saya punya kios kelontong. Ketika bisnis walet kolaps kiosnya katut ambruk, dan akhirnya, Desember tahun 98 kios terpaksa ditutup.

Kalau dihitung-hitung mulai dari pertengahan 96 sampai saat kios ditutup, cukup lama saya bersandiwara dihadapan semua orang, berlagak jadi orang waras, padahal setiap hari pikiran saya semakin kacau saja.

Setelah itu saya sempat nganggur beberapa minggu, sebelum akhirnya mencoba berjualan plastik keliling. Terpaksa sih, karena kami berdua sama-sama pengantin baru. Saya menikah bulan Juni 1998, teman saya 2 bulan kemudian. Gila ya? Bangkrut tapi berani nikah.

Tanpa sadar kalau sesungguhnya sedang bersaing, saya dan teman yang cuma bersisa satu itu kemana-mana selalu bersama. Akibatnya, sehari-hari kami cuma bisa menjual sedikit. Saking sedikitnya, sampai untuk beli makan siangpun tidak ada uang - Kan uangnya buat yang di rumah. Terpaksa setiap siang perut diganjal pakai sebotol besar air putih.

Karena jualan plastik tidak memberi hasil, saya mencari lahan lain. Kebetulan ada teman di Jakarta membutuhkan pasokan beras raja lele. Kami lalu jalan sendiri-sendiri, dan setelah itu tidak pernah ketemu lagi.

20 Desember 2008 lalu tepat 10 tahun kios saya tutup. Iseng, saya lewat depan bekas kios. Keadaan sudah jauh berbeda. Bangunan kiosnya berubah menjadi toko, dan jalan didepan menjadi ramai. Alhamdulillah, kehidupan saya juga menjadi lebih baik./span>


Tidak ada komentar:

Posting Komentar