Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Terimakasih sudah berkunjung di blog saya.

Berhubung blog Small Is Powerfull salah oprek dan sampai hari ini belum bisa diselamatkan, maka saya memutuskan untuk bedhol blog. Sebagian besar post berhasil saya pindah, tinggal beberapa yang agak berantakan belum sempat diperbaiki. Kalau mau keren, saya bisa bilang belum punya waktu. Tapi kalau mau jujur, terpaksa saya harus ngaku, malas.

Karena sudah ada pengunjung yang kecewa, sekali lagi perlu saya sampaikan bahwa ini bukan blog motivasi atau tentang kiat sukses. Semua adalah pengalaman pribadi. Apakah yang saya alami konyol, katrok, sesuai dengan teori atau tidak, bagi saya tidak penting. Realitanya seperti itulah yang terjadi.

Seandainya ada pemula yang kemudian menjadi keder setelah membaca blog ini, saya cuma bisa minta maaf – Memangnya kalau minta duit ada yang mau kasih? Tapi kalau memang sudah niat jadi pengusaha, sebaiknya jangan membiasakan diri gampang keder.

Setiap orang punya jalan hidupnya sendiri. Ada yang ketemu jalan mulus, baru mulai langsung sukses. Tapi ada pula yang kebagian jalur off road sehingga bisa punya cerita seru seperti saya..



POST TERAKHIR

10 Maret 2013

SURAT CINTA DARI KPP


Ternyata sudah masuk bulan Maret. Hampir 3 bulan saya runtang runtung bersama Anita ........ eiiiiitttt, see no evil dulu. Anita itu penasehat pajak saya, menggantikan konsultan lama yang sekarang lebih sering linglung ngurus client-client pausnya.

Anita cantik. Jelas dong. Urusan pajak sudah cukup bikin dunia sumpeg, jadi biar suasana sedikit seger ya cari penasehat yang bening.

Maunya begitu. Realitanya sama saja, meskipun ada Anita, hari-hari saat menyusun laporan pajak perusahaan tetap lebih sengsara ketimbang ketemu orang sakit gigi campur demam, bisulan, panuan, dan bokek sekaligus.

Serasa belum lengkap derita saya, tiba-tiba sepucuk surat cinta nongol begitu saja tanpa permisi. Kalau membaca kop suratnya “Kementrian Keuangan Republik Indonesia” mestinya seneng dong, ada orang sono naksir saya. Tapi kalau membaca tulisan di bawahnya “Kantor Pelayanan Pajak Pratama Yogyakarta”, nah, mulai dah jantung deg-degan.

Memang saya tidak merasa berbuat salah, atau minimal sengaja nyalahi aturan. Tapi apapun yang terjadi, menerima surat dari KPP jelas bikin kaget. Terlebih setelah membaca isinya : .... berdasar data administrasi kami, faktur pajak tersebut belum dilaporkan ........

Saya menjadi lebih syok lagi ketika melihat Anita cuma kethap-kethip setelah membaca surat itu.

“Begini saja ........ Gak masalah .......”

Nah, disitu masalahnya. Anita bilang gak asalah, tapi mesti mikir lama dulu baru bicara.    

 “Pak Djati tanya ke customer, darimana mereka dapat faktur itu dan PPNnya untuk pembayaran yang mana?”

Untung customernya cooperative. Dan yang membuat nafas saya jadi enteng, ternyata mereka tidak pernah melaporkan faktur pajak dari rental saya – karena rental saya memang tidak menerbitkan faktur. Mengenai nomer faktur yang disebut dalam surat cinta, ternyata milik perusahaan lain yang kebetulan punya nama mirip. Customer saya bahkan mengirim copy fakturnya.

Dua hari kemudian saya menghadap AR di KPP. Semula agak senewen juga, terutama karena beberapa teman yang pernah kejeblos pajak memberi ilustrasi agak serem, disamping pengalaman saya sendiri belasan tahun lalu juga teramat pahit. Tapi AR yang sama beningnya seperti Anita itu membuat perut yang mendadak mules sejak menginjak halaman KPP seketika sembuh.

Saya disarankan membuat konfirmasi tertulis dilampiri copy faktur. Selesai?

“Insya Allah!” Tapi suara Anita yang biasanya enak di telinga kali ini terdengar sumbang.

Dari kabar selentingan – soalnya kalau kabar angin saya kuatir bau kentut, ternyata banyak wajib pajak yang mengalami nasib serupa. Beberapa “ngaku selamat”, tapi sisanya kemudian ditetapkan menjadi PKP.

Saya belum bisa membayangkan, apakah ditetapkan sebagai PKP itu merupakan anugerah atau musibah. Kalau menururt ARnya, sebaiknya rental saya dikukuhkan sebagai PKP supaya bisa lebih leluasa menerima order dari BUMN.

Cuma yang selama ini saya alami, kebanyakan order sewa kendaraan VIP dari BUMN dibayar menggunakan dana taktis – (nah, makanan apapula ini?). Dana semacam itu tidak keluar dari laci bendaharawan, oleh sebab itu NPWP customer tidak boleh dibawa-bawa.

Sebenarnya bisa saja tetap dikenakan PPN tanpa “nyebut” NPWP customer, hanya saja pemegang duit yang berasal dari dana taktis kebanyakan alergi pajak. Jadi kalau penyedia jasanya ngotot mengenakan PPN, order berikutnya pasti gak bakal datang lagi.

Hampir seminggu saya nagih, tapi sampai tulisan ini saya upload Anita belum memberi jawaban apakah rental saya sebaiknya jadi PKP atau tidak.

“Hitungan pajak tahunannya diselesaikan dulu. One step at the time”

Semoga memang karena harus dikerjakan satu-satu, bukan lantaran Anita bingung.

Tapi kalaupun anita bingung, saya tetap harus bersyukur. Itu pertanda dia serius memikirkan masalah saya. Bukan asal main tembak memberi solusi.



PREV - MABUK PAJAK - NEXT