Beras pertama yang saya jual saya beli dari kios beras ‘Fanda” di pasar Lempuyangan. Tahunnya saya lupa, tapi saya ingat betul kali itu untuk membeli 50 Kg beras Jawa Super – kualitas paling mulus di bawah Raja Lele, saya hanya membayar Rp 18.750. Saya beli 10 karung. Total 500 Kg atau setengah ton - tapi saya lebih suka bilang setengah ton karena 500 Kg membuat saya selalu merasa kenyang.
Ini adalah kebodohan bisnis saya yang pertama. Belum tahu mau dijual kemana, sudah berani nyimpen stok begitu banyak.
Awal mulanya saya ngider dari rumah ke rumah. Pertamakali melakukan rasanya senang-senang saja, tapi hari-hari berikutnya sangat membosankan. Beras tidak selalu laku, kehujanan, kepanasan, sering digonggong anjing, dan kadang juga digoda babu. Belum lagi profitnya hanya Rp 5 per kilo. Kalau sehari laku 20 kilo, cuma dapat cepek. Kapan bisa kaya? Benar saja, sampai 7 hari kemudian baru terjual 80 kilo. Sementara sisanya mulai berbau apeg dan ada satu dua ekor kutu terlihat kelayapan di sela-sela beras.
Saya panik. Pemula memang selalu begitu. Berangkat dengan semangat menggebu, tapi langsung keder ketika yang terjadi tidak sesuai skenario. Lewat dua minggu kondisi beras semakin amburadul. Jumlahnya sedikit menyusut karena sebagian dimasak ibu – Entah apa jadinya seandainya ayah saya tahu dikasih makan nasi yang berasal dari beras lepek.
Hari ke dua puluh, dengan perasaan putus asa plus malu setengah mati, saya memberanikan diri kembali ke toko Fanda. Niat saya, semua beras yang sudah tidak layak konsumsi itu saya jual lagi sebagai beras “jatah” – istilah yang umum saat itu bagi beras yang diterima oleh pegawai negeri. Kualitasnya sedikit amit-amit, banyak kutu, dan kebanyakan sudah tidak layak konsumsi.
Nasib saya mujur, pemilik toko tidak mentertawakan saya, bahkan untuk selanjutnya bersedia membantu. Saya bisa membeli berapa saja sesuai jumlah yang saya perlukan dengan harga grosir. Sepuluh kilopun jadi. Setelah itu saya bahkan diajar cara membedakan antara beras yang bakal menjadi nasi enak dengan beras yang nasinya cepat basi.
Benar-benar awal karier yang tidak mudah dan samasekali jauh dari menyenangkan. Itupun masih ditambah harus kucing-kucigan dengan ayah yang tidak setuju saya berdagang.
Sampai sekarang saya sendiri heran, bagaimana mungkin saya bisa bertahan sampai empat tahun lebih dengan kondisi sengsara seperti itu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar